TEMPO.CO, Jakarta - Calon Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), Soesilo menyatakan akan membuat terobosan dengan memberlakukan sanksi adat dalam kasus tindak pidana ringan atau Tipiring.
Menurut Soesilo, usul pemberlakuan sanksi adat ini bukan meniadakan proses hukum di pengadilan. Proses hukum seperti penyelidikan, penyidikan dan penuntutan akan tetap berjalan, hanya saja pemidanaan Tipiring yang memakai sanksi adat.
"Karena ini kan tidak ada dalam aturan perundangan, maka sistem peradilan pidana terpadu ini akan kami dorong untuk disepakati antara polisi, jaksa, dan hakim. Kami akan dorong kesepakatan bersama," ujar Soesilo saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Ruang Rapat Komisi III DPR RI pada Selasa, 21 Januari 2020.
Perkara Tipiring diatur dalam Pasal 205 ayat 1 KUHAP. Mengenai batas nilai kerugian atau jumlah denda dalam perkara tipiring, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, yang pada pokoknya mengatur bahwa batas nilai kerugian dalam perkara tipiring adalah maksimal sebesar Rp 2,5 juta dan terhadap perkara yang ancaman hukuman pidananya maksimal tiga bulan penjara atau pidana denda.
Berdasarkan aturan tersebut, maka terhadap tersangka atau terdakwa tidak dapat dikenakan penahanan serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah acara pemeriksaan cepat. Selain itu, perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum Kasasi.
Perma tersebut dikeluarkan sebagai respon terhadap beberapa ketentuan di dalam KUHP terkait batas nilai kerugian dan denda, yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi saat ini. Perma ini juga ditujukan untuk menghindari terjadinya penumpukan perkara di Mahkamah Agung serta menghindari penerapan pasal-pasal kejahatan biasa dalam kasus kejahatan ringan, yang pelakunya tidak perlu ditahan dan tidak perlu diajukan upaya hukum kasasi.
Sebagai tindak lanjutnya, pada Oktober 2012, Mahkamah Agung bersama Kejaksaan, Kepolisian, dan Kemenkumham telah membuat Nota Kesepahaman terkait pelaksanaan Perma Nomor 2 Tahun 2012. Nota Kesepahaman ini untuk restorative justice (pemulihan keadilan), terutama untuk kasus pidana anak dan pidana ringan dengan nilai denda atau nilai kerugian di bawah Rp 2,5 juta.
Namun, meskipun sudah tujuh tahun diberlakukan, ketentuan tersebut seringkali tidak diterapkan dengan konsisten. Masih banyak pelaku tipiring yang diproses hukum layaknya kejahatan biasa, bahkan pelakunya ditahan.
DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta pada 21-22 Januari 2020.
Ada 6 nama calon hakim agung, 2 nama calon hakim ad hoc tipikor, dan 2 nama hakim hubungan industrial yang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan ini. Pada hari ini, diikuti oleh lima calon yakni; Calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ansori dan Agus Yunianto, calon Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial Willy Farianto dan Sugiyanto, serta calon calon hakim agung kamar pidana Soesilo.