TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, menyesalkan banyaknya rancangan undang-undang yang dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Ia menilai banyak di antara RUU itu, yang belum terlalu dibutuhkan dan hanya titipan belaka.
"Saya kira 50 RUU itu asal dipasang saja, tak mencerminkan RUU itu dibahas oleh DPR," ujar Lucius saat dihubungi Tempo, Sabtu, 18 Januari 2020. Ia mengatakan DPR seakan ingin mengesankan bahwa mereka bekerja, dengan memasukkan banyak RUU ke Prolegnas.
Kedua, Lucius menduga alasan lainnya adalah untuk menampung usulan dari tiga lembaga, yakni DPR (partai politik), pemerintah, dan DPD. "Jadi instrumen prolegnas prioritas itu hanya jadi keranjang sampah untuk menampung usulan saja, demi hubungan baik tiga lembaga.”
Menurut dia, DPR tahu betul RUU-RUU yang sekedar diterima begitu saja pemerintah maupun DPD. “Itu mungkin tak akan pernah bisa dibahas," kata Lucius.
Formappi menilai justru beberapa RUU yang krusial, tak ada dalam Prolegnas Prioritas 2020. Ia mencontohkan RUU omnibus law tentang penguatan investasi seperti yang ditugaskan Presiden Joko Widodo, dan pembahasan ulang UU KPK baru yang kontroversial. "Masih banyak kritik yang muncul dari publik, terutama melihat sepak terjang KPK belakangan ini.” UU KPK baru itu, menurut Lucius, mendesak untuk dibahas ulang.
Ia tak yakin jika 50 RUU ini dapat diselesaikan, bahkan bila DPR serius bekerja. Pasalnya ada beberapa RUU prioritas yang ia nilai akan sangat menyita waktu DPR. "Ada tiga omnibus law, empat RUU yang ditangani dari tahun sebelumnya. Itu saya kita yang paling mendesak diselesaikan oleh DPR," kata dia.