TEMPO.CO, Yogyakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Siti Ruhaini Dzuhayatin, menyayangkan yel-yel Islam yes kafir no yang diajarkan oleh pembina Pramuka SD Timuran, Prawirotaman, Kota Yogyakarta.
Siti Ruhaini mengajak masyarakat tidak diam dan mengembalikan Yogyakarta menjadi nyaman, egaliter, inklusif, dan toleran.
“Masyarakat enggak boleh diam, semua perlu bergerak kembalikan Yogya yang nyaman,” kata Siti ketika dihubungi Tempo, Selasa malam, 14 Januari 2020.
Siti juga Dosen Sosiologi Hukum, Hukum dan HAM, Hukum dan Gender Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Yogyakarta, menurut dia, menjadi barometer toleransi sehingga semua orang perlu bertanggungjawab terhadap sikap-sikap yang intoleran.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, pejabat di bawah gubernur, dan masyarakat punya tanggung jawab untuk mengatasi persoalan itu.
Protes wali murid terhadap yel-yel itu, Tenaga Ahli KSP Bidang Keagamaan Internasional tersebut menggambarkan kesadaran sosial yang tumbuh.
Media sosial pun menjadi ruang yang penting untuk menyuarakan ketidaknyamanan itu.
Penyebutan kafir untuk non-Muslim sangat mengganggu dan membuat tidak nyaman. Siti menyebut dalam tradisi agama Kristen, kafir punya makna yang lebih buruk dan sensitif.
Sebaliknya buat orang Islam, gembala yang sesat juga sangat sensitif. “Dua-duanya sangat sensitif, jadi jangan dipakai. Butuh negosiasi untuk sampai pada titik temu."
Menurut Siti, di tengah kompleksitas kehidupan Indonesia, orang tidak perlu menggunakan stigmatisasi yang buruk pada agama yang berbeda. Lebih baik menonjolkan hal-hal yang baik, misalnya mengajarkan anak untuk saling tolong-menolong dan kemanusiaan.
Di Yogyakarta, seorang pembina Pramuka dari Gunungkidul mengajarkan tepuk dengan kata Islam yes, kafir no di akhir tepuk dalam pelatihan di SD Timuran, Prawirotaman, Kota Yogyakarta, pada Jumat lalu, 10 Januari 2020.
“Islam yes, kafir no." Video tentang yel-yel rasis tersebut beredar di sejumlah grup WhatsApp dan media sosial.
Pembina Pramuka itu telah meminta maaf setelah salah satu wali murid memprotes.