TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah partai politik mulai angkat suara soal usulan kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) menjadi lima persen yang dilontarkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Jika dipetakan, partai-partai pemenang Pemilu mendukung gagasan itu. Sementara partai lainnya menyatakan keberatan.
Partai yang mendukung kenaikan ambang batas di antaranya Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Keempat partai ini bertengger di lima besar dalam Pemilihan Legislatif 2019.
"Kalau PDIP (mengusulkan) lima persen, kami mungkin cenderung lebih tinggi," kata politikus Partai Golkar yang juga Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Ahmad Doli Kurnia, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020.
Menurut Doli, Golkar mengkaji kemungkinan menaikkan parliamentary threshold dinaikkan menjadi 7,5 persen. Doli mengatakan hal ini juga sudah dibahas dalam Musyawarah Nasional Golkar yang digelar Desember 2019. Secara garis besar, kenaikan ambang batas parlemen diklaim bertujuan untuk penyederhanaan partai politik.
Hal senada disampaikan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Partai NasDem, Saan Mustopa. Menurut Saan, sudah sejak 2017 NasDem mengusulkan ambang batas parlemen sebesar 7 persen.
"Kami memang pasti akan minta juga itu pelan-pelan naik. Karena kami juga ingin dari waktu ke waktu proses penyederhanaan partai politik ini mulai berjalan," kata Saan di Kompleks Parlemen, Senin, 14 Januari 2020.
Saan menyebut penyederhanaan partai politik perlu dilakukan karena Indonesia menganut sistem presidensial. Sistem multipartai saat ini dinilai kurang efektif mendukung pemerintahan. "Maka perlu dilakukan penyederhanaan, tapi yang alamiah lewat aturan yang kita sepakati bersama. Termasuk dengan threshold itu tadi," kata dia.
Partai Kebangkitan Bangsa pun tak masalah dengan usulan ini. Apalagi isu ini sudah menjadi perdebatan lama setiap isu revisi Undang-undang Pemilu bergulir. "Karena asumsi dasarnya kan, alokasi kursi yang semakin kecil pada setiap daerah pemilihan akan membentuk sistem kepartaian yang lebih efektif,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari PKB, Yaqut Cholil Qoumas saat dihubungi, Selasa 14 Januari 2020.
Di antara lima besar partai pemenang Pemilu 2019, hanya Gerindra yang belum menyatakan sikap. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan akan membahas gagasan itu secara internal. "Kami akan mengadakan event nasional yang direncanakan pada bulan April atau Mei, yang kami akan membahas masalah kepemiluan," kata Dasco.
Di sisi lain, partai-partai kecil cenderung keberatan dengan usul kenaikan ambang batas parlemen ini. Tak bisa dipungkiri, angka ambang batas empat persen di Pemilu 2019 sudah cukup menjadi momok bagi sejumlah partai. Beberapa partai anyar bahkan gagal melenggang ke Senayan karena tak mencapai angka tersebut.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengingatkan sistem pemilu di Indonesia tidak membatasi jumlah partai politik yang bisa mengikuti pemilu. Kenaikan ambang batas parlemen dinilai akan membuat banyak suara pemilih terbuang.
"Nah, ketika dia ikut pemilu kemudian ambang batasnya tinggi padahal dia juga punya suara yang subtansial, berarti akan lebih banyak lagi suara-suara yang tidak terwakili di parlemen akibat tingginya ambang batas," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai parliamentary threshold empat persen yang kini sedang berlaku sudah baik. Dia menganggap angka itu juga sudah efektif untuk membatasi jumlah partai yang lolos ke Senayan.
Anggota DPR dari Partai Amanat Nasional, Eko Hendro Purnomo, juga menyatakan keberatan ambang batas parlemen dinaikkan. Pria yang juga dikenal dengan Eko Patrio ini menilai PDIP sebagai pemenang arogan melontarkan gagasan itu. "Sah-sah saja mereka sekarang kan sedang di atas angin, jadi mau PT berapa pun sah-sah saja," kata Eko. "Kami berharapnya sih sama saja kayak yang sekarang."
Ketua DPP Partai Hanura, Inas Nasrullah, mengkritik keras usul kenaikan parliamentary threshold. Menurut dia, gagasan itu menunjukkan arogansi partai-partai pemenang.
Inas juga tak menampik kenaikan ambang batas parlemen itu akan semakin menyulitkan partai-partai kecil lolos ke Senayan. Di Pemilu 2019, Hanura gagal mencapai ambang batas 4 persen sehingga tersingkir dari Senayan. "Tanda-tanda Indonesia mengarah menjadi oligarki sangat kentara karena elit politik yang berkuasa sedang mengarahkan ke arah sana dengan merancang PT semakin besar," ujar Inas.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | FIKRI ARIGI | AVIT HIDAYAT