TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri enggan berandai-andai lembaganya bakal memiliki Inspektorat Jenderal, seperti yang tertulis dalam draf Peraturan Presiden tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia mengatakan belum ada pembahasan perihal itu.
"Anda jangan bertanya tentang yang belum dibahas," kata Firli ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Selasa, 7 Januari 2020.
Firli mengklaim dirinya bakal diajak bicara oleh pihak Istana yang menyiapkan perpres tersebut. Dia pun enggan mengomentari draf perpres yang beredar sejak dua pekan lalu.
"Semua akan diajak bicara kalau sudah pembahasan, belum ada pembahasan itu. Izin prakarsanya aja belum ada, gimana mau dibahas," ujar mantan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan ini.
Firli mengaku tak mengerti mengapa draf perpres itu beredar. Namun dia menyinggung Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang memberikan kewenangan kepada lembaganya untuk mengatur sendiri organisasi dan tata kerja KPK.
"Saya tidak tahu juga kenapa itu ada beredar, tapi yang pasti itu belum ada izin prakarsa dari presiden," ucap dia.
Istana menyiapkan dua perpres terkait KPK. Selain Perpres tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan KPK, ada Perpres Organ Pelaksana Dewan Pengawas KPK. Perpres yang kedua ini sudah diteken Jokowi serta diundangkan.
Draf perpres ini banyak dikritik karena sejumlah poin di dalamnya. Selain mengatur keberadaan Inspektorat, draf perpres tersebut juga menulis bahwa pimpinan KPK berada di bawah presiden dan bertanggung jawab terhadap presiden. Sejumlah pegiat antikorupsi menilai perpres tersebut akan semakin melemahkan independensi KPK.