TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan sudah mengantongi nama-nama calon dewan pengawas KPK. Meski tak menyebut nama, Jokowi memastikan, latar belakang karier Dewas KPK ini berasal dari hakim, jaksa, mantan pimpinan KPK, ekonom, akademisi, dan ahli pidana.
"Saya kira itu namanya ya nanti ditunggu sehari saja kok, yang jelas nama-namanya nama yang baik lah, saya memastikan nama yang baik," ujarnya di Hotel Novotel, Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu, 18 Desember 2019.
Rencananya, lima anggota dewan ini akan dilantik hari ini, Jumat, 20 Desember 2019. Berbarengan dengan pelantikan lima komisioner KPK 2019-2023.
Meski tak menyebut siapa yang akan menduduki posisi itu, beberapa nama sudah beredar. Seperti mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar, dan hakim karir Albertina Ho.
Keberadaan Dewan Pengawas KPK menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, keberadaan dewan ini dianggap bakal melemahkan KPK.
Nama-nama yang bakal mengisi posisi Dewan Pengawas KPK pada periode awal akan ditunjuk langsung oleh Presiden Jokowi. Hal ini sesuai dengan Pasal 69 A ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
Dari berbagai sumber, Tempo mencatat setidaknya ada 4 poin catatan dari masyarakat soal bahaya dewan pengawas tersebut.
1.Kriteria dan kode etiknya dinilai lemah
Tim transisi KPK menilai Dewan Pengawas akan melemahkan lembaga. Sebab, dengan posisi yang dinilai lebih berkuasa ketimbang pimpinan KPK, syarat menjadi anggota dewan pengawas dinilai lebih mudah.
Misalnya saja, pimpinan KPK diharuskan berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan. Syarat itu tak ada untuk dewan pengawas.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawanati menganggap siapapun yang akan dipilih menjadi Dewan Pengawas akibatnya akan sama buruk bagi KPK.
Sebab, menurut UU KPK yang baru, posisi Dewan Pengawas lebih berkuasa dari komisioner, sedangkan aturan kode etiknya lebih lemah dan mekanisme pemilihannya dilakukan dengan lebih sederhana. "Ini sistem. Jadi siapapun yang dipilih (sebagai Dewan Pengawas), dia sudah di bawah cengkeraman Presiden,” kata Asfina.
2. Informasi rawan bocor
Sejumlah pihak menilai keberadaan Dewan Pengawas membuat rencana operasi tangkap tangan KPK rawan bocor. Wakil Ketua KPK terpilih Nurul Ghufron bahkan pernah menyampaikan kekhawatirannya itu.
Dia mengatakan keberadaan Dewas akan menyulitkan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). “Kemungkinan agak kesulitan melakukan OTT karena penyadapan harus minta izin, sehingga potensi kebocoran sebelum OTT bisa terjadi.”
Berdasarkan UU KPK hasil revisi, Dewan Pengawas KPK berwenang memberikan izin tertulis untuk penyadapan, penggeledahan, hingga penyitaan meskipun tidak berstatus sebagai penegak hukum.