TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif mengatakan ia telah mempelajari konteks dan isi pidato Sukmawati Soekarnoputri yang membandingkan Nabi Muhammad dengan mendiang bapaknya Soekarno. Hasilnya, kata dia, pernyataan tersebut tergolong penistaan agama.
“Ya kami kan lihat, konteksnya konteks isinya dipelajari. Dan kita sudah konsul dengan berbagai ulama, ahli bahasa termasuk minta pendapat beberapa pengurus MUI, menyatakan bahwa itu masuk dalam ranah penodaan agama,” kata Slamet selepas acara Reuni 212, di Monas, Jakarta, Senin 2 Desember 2019.
Slamet meminta agar Sukmawati diproses terlebih dulu, untuk memutuskan apakah dia melanggar hukum atau tidak. Ia meminta agar Sukmawati dipanggil dan dijadikan tersangka, agar kasus ini diputuskan di pengadilan.
Karena ia menganggap Sukmawati bukan sekali ini saja melakukan penistaan, namun juga pernah sebelumnya. Bila hal tersebut dibiarkan, menurut Slamet Maarif, dapat berbahaya karena akan muncul ketidakpercayaan kepada aparat penegak hukum.
“Bahaya kalau kepercayaan umat luntur kepada penegak hukum,” tuturnya.
Sukmawati dalam pidatonya di acara Bangkitkan Nasionalisme, Bersama Kita Tangkal Radikalisme, dan Berantas Terorisme' pada 14 November lalu, sempat bertanya soal siapa sosok yang paling berjasa dalam kemerdekaan Indonesia di antara Nabi Muhammad dan Presiden Soekarno. Berikut ini cuplikan pidato yang dianggap menista agama itu.
"Mana lebih bagus Pancasila sama Al Quran? Gitu kan. Sekarang saya mau tanya ini semua, yang berjuang di abad 20 itu nabi yang mulia Muhammad, apa Insinyur Sukarno? Untuk kemerdekaan. Saya minta jawaban, silakan siapa yang mau menjawab berdiri, jawab pertanyaan Ibu ini," ujar Sukmawati.
Sukmawati membantah berniat menista Nabi Muhammad SAW. Ia mengatakan ucapannya yang membandingkan Muhammad dengan ayahnya itu dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia. "Saya kan hanya bertanya, konteksnya sama sejarah Indonesia dalam kemerdekaan, masak begitu saja jadi masalah?," ujarnya kepada Tempo pada Sabtu, 16 November 2019.