TEMPO.CO, Jakarta - Kabar mengejutkan itu datang dari Batam. Dua siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 21 Batam diminta keluar dari sekolah lantaran tak mau hormat bendera Merah Putih saat upacara.
Mereka menolak hormat kepada Merah Putih lantaran menganut kepercayaan tertentu.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam, Hendri Arulan, mengatakan, kedua orang siswa ini menganut aliran kepercayaan tertentu. "Pada saat upacara mereka tidak menghormati bendera dan tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya," kata Hendri, Senin, 25 November 2019.
Setelah mendapat laporan, kata Hendri, Dinas Pendidikan sudah berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait. "Kami langsung melaksanakan rapat dan memutuskan kedua anak tersebut dikeluarkan dari sekolah," kata dia.
Menurut Hendri, apa yang dilakukan siswa tersebut adalah bagian perlawanan terhadap aturan berkewarganegaraan dan kebangsaan. "Kita coba fasilitasi mereka masuk paket sekolah non-formal," kata dia.
Hendri mengatakan sebenarnya Dinas sudah berbicara dengan kedua siswa ini. "Tetapi tidak ada perubahan dan tidak mau berubah," katanya.
Komite Sekolah SMP Negeri 21 Batam, Dadang M.A, mengatakan, sekolah sebenarnya tidak ingin langsung mengeluarkan kedua siswa itu. Sekolah, kata dia, sudah menangani kasus ini dengan persuasif. Salah satunya berupaya agar dua murid ini tidak dicoret dari sekolah. "Kalau mereka dicoret berarti tidak bisa diterima di sekolah manapun lagi," kata dia.
Dadang menjelaskan, sekolah sudah melakukan diskusi dengan wali murid tetapi orang tua mereka tetap berkeras tidak mau mengikuti aturan. "Orang tua mereka bilang kalau sampai saya hormat bendera, berarti melawan Allah dan mendua kan tuhan saya," kata Dadang.
Kabar siswa yang akan dikeluarkan karena tak hormat bendera itu sampai ke Herlina. Ia adalah ibu dari salah seorang siswa tersebut.
Herlina (46) Orang tua siswa SMP 21 Batam yang terancam dikeluarkan karena tidak hormat bendera, Rabu, 27 November 2019. TEMPO/YOGI EKA SAHPUTRA
Herlina mengaku kaget mendengar kabar itu. Sebab, kata dia, dulu anaknya tak bermasalah saat menempuh pendidikan di sekolah dasar. "Dulu anak saya di SD Swasta Tirunas tidak pernah dipermasalahkan seperti ini," kata Herlina saat ditemui di rumahnya pada Rabu, 27 November 2019.
Perempuan 46 tahun itu menuturkan anaknya pun masuk ke SMP Negeri 21 karena mendapat rekomendasi dari kepercayaan yang ia anut. "Kami sudah ada sertifikat agama, makanya kok sekarang baru bermasalah," kata dia.
Herlina mengatakan sudah bertemu dengan sekolah. Dalam pertemuan itu, kata dia, sekolah memberikan pemahaman bahwa anaknya harus mengikuti aturan di sekolah sesuai undang-undang. Salah satunya, soal hormat bendera ketika upacara, serta menyanyikan lagu Indonesia Raya.
"Kami bilang itu iman anak kami, kami juga paham undang-undang, kami sudah sampaikan seperti itu tetapi mereka tidak mau merespon kami," kata dia.
Herlina membenarkan anaknya tidak mau mengikuti aturan itu. Tetapi, ia menegaskan, anaknya tetap menghormati proses upacara dengan cara berdiri tegap. "Jadi mereka respek gitu, ikut tegap," kata dia.
Herlina merupakan penganut kepercayaan Yehwa. Menurut dia, dalam pemahaman kepercayaannya itu hormat kepada bendera adalah menyembah. Bagaimana lagi, itu memang hati nurani anak kami yang dilatih dengan alkitab, kami sebagai orang tua mengajarkan sesuatu kebenaran terhadap anak kami," kata dia.
Ia mengatakan sekolah memberikan waktu sampai tanggal 25 November 2019 untuk memikirkan ulang untuk mengambil keputusan yaitu mengundurkan diri atau tetap sekolah tetapi mengikuti peraturan yang ada. "Dan kami sudah kasih jawaban tidak mengundurkan diri," kata dia.
Herlina mengisahkan, ia menganut kepercayaan bukan dari orang tuanya. Ia mengatakan pernah merantau ke Jakarta Timur dan di sanalah ia berkenalan dengan kepercayaan ini pada 1997.
Herlina mengklaim aliran ini sudah ada di 240 negara di dunia. Adapun di Batam, ia mengatakan aliran ini juga sudah ada beberapa daerah, seperti Piayu, Batam Center, dan lain-lain.