TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin tak ambil pusing ihwal masyarakat yang menentang kebijakan Kejaksaan Agung menolak kelompok dengan kecenderungan seksual berbeda jadi calon pegawai negeri sipil atau CPNS.
Menurut Burhanuddin, pro-kontra itu merupakan hal yang wajar. Ia mengklaim justru lebih banyak pihak yang mendukung. "Jadi ada yang iya, ada yang tidak, tapi malah banyaknya yang mendukung," ujar dia di kantornya, Jakarta Selatan pada Jumat, 29 November 2019.
Bahkan, kejaksaan pun mengerahkan tim medis dan psikologi untuk mengecek apakah para CPNS itu merupakan kelompok orientasi seksual berbeda.
"Nanti untuk urusan itu, kami serahkan kepada tim medis dan tim psikologi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri saat dikonfirmasi, Selasa, 26 November 2019.
Salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kontra adalah Sodik Mudjahid. Anggota Komisi Hukum DPR asal Partai Gerindra itu menilai, kaum LGBT tetap berhak mendapatkan semua hak sebagai warga negara.
Menurut dia, dalam negara Pancasila, LGBT bisa mendapat semua hak warga negara Indonesia. “Satu-satunya hak yang tidak mereka peroleh adalah hak untuk mengekspose dan mengembangkan perilakunya bersama dan kepada masyarakat umum,” kata Sodik dalam keterangan tertulis, Rabu 27 November 2019.
Sementara Komnas HAM melayangkan surat kepada Kejaksaan Agung untuk meminta klarifikasi dan pembatalan persyaratan penerimaan CPNS. Hal itu dilakukan karena Komnas HAM menilai persyaratan diskriminatif Kejaksaan Agung RI terhadap kelompok LGBT dan identitas gender telah melanggar hak atas pekerjaan.
"Komnas HAM menilai persyaratan khusus pada lima jabatan dengan seluruh formasinya, bertentangan dengan prinsip dan nilai hak asasi manusia yang terkandung dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara, melalui siaran pers pada Senin, 25 November 2019.