INFO NASIONAL — Pembakaran hutan secara ilegal, konflik sosial serta pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat adalah beberapa masalah yang kerap terjadi di sekitar wilayah desa pada area hutan produksi. Namun, beberapa desa di Indonesia justru menanggapi masalah ini dengan positif dan berupaya mengatasinya dengan berbagai kreativitas yang produktif, salah satunya adalah Desa Delima.
Desa Delima terletak di Kabupaten Jabung Barat, Provinsi Jambi, dan merupakan pemekaran wilayah dari Desa Purwodadi. Letak desa ini berbatasan dengan wilayah konsesi hutan produksi, sehingga potensi terjadinya masalah sosial perhutanan cukup tinggi.
Namun demikian, desa berpenduduk sekitar 1.500 jiwa ini memiliki sejumlah potensi wilayah, seperti tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan ternak. Beberapa hal inilah yang kemudian menjadi solusi pemberdayaan desa dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai pengelolanya.
“Kalau kita hitung, kurang lebih ada tujuh unit usaha yang ada di BUMDes (Desa Delima). Nah, kita setiap tahunnya menghasilkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang 30 persennya kita kembalikan ke Pendapat Asli Daerah (PAD) Desa untuk pembangunan infrastuktur maupun masyarakatnya,” ujar Zuvita Erdaningsih, Direktur BUMDes Desa Delima, saat menghadiri Festival Perhutanan Sosial Nasional (PeSoNa), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, pada Rabu, 27 November 2019.
Menurut Direktur BUMDes yang masih berusia 25 tahun ini, BUMDes Desa Delima memiliki dua sektor usaha, yaitu perdagangan dengan beberapa jenis usaha, seperti minimarket maupun air isi ulang, serta sektor produksi dengan pupuk kompos, budi daya ikan lele maupun pembuatan mesin cacah kelapa sawit sebagai komoditas.
“Pada tahun 2018, BUMDes sudah berkontribusi ke Pemerintah Desa dengan memberikan PAD sebesar Rp 138 juta. Nah, akhir tahun 2019 ini mencapai Rp 145 juta,” kata Zuvita.
Desa yang berbatasan dengan langsung dengan area PT Wirakarya Sakti (WKS) ini juga tergabung dalam program pembinaan Desa makmur Peduli Api (DMPA) yang digagas oleh Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas sebagai perusahaan induk PT WKS. Sejumlah pemberdayaan yang dilakukan BUMDes Desa Delima pun banyak mendapatkan dukungan dari DMPA.
“Pada program DMPA, tidak hanya penyuluhan atau pelatihan yang diberikan, namun juga pendampingan dan pembinaan yang selalu dilakukan oleh perusahaan (APP Sinar Mas). Jadi komunikasi kita tidak pernah putus dengan perusahaan,” ucap Zuvita.
Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa tujuan DMPA sudah tercapai di Desa Delima. Tujuan tersebut antara lain, peningkatan ekonomi dan ketahanan pangan rumah tangga desa, pemetaan sumber daya desa dalam kawasan dan pola pemanfaatan lahannya, penguatan relasi harmonis antara perusahaan dan mayarakat desa serta pencegahan gangguan hutan, dan memperkuat dukungan implementasi kebijakan Konservasi Hutan APP Sinar Mas.
“Sebelum ada program (DMPA), desa harus menghasilkan sendiri PAD untuk pembangunan. Nah, setelah DMPA masuk dan programnya berjalan melalui BUMDes, desa mendapatkan PAD-nya melalui program-program DMPA yang dijalankan BUMDes,” ujar Zuvita.
Walaupun masih menemui berbagai kendala, terutama soal pemasaran dan sumber daya manusia, namun BUMDes Desa Delima berhasil menorehkan sejumlah prestasi, seperti predikat terbaik pertama BUMDes Nasional pada tahun 2018, menjadi perwakilan Provinsi Jambi dalam Musyawarah Nasional Forum BUMDes di Padang, Sumatera Barat, kemudian pada Maret 2019, direkomendasikan oleh Kementerian Desa untuk mengikuti studi banding ke Cina.
Zuvita berharap, ke depan, BUMDes Desa Delima akan terus berinovasi untuk berbagai program yang bernilai ekonomis. Selain meningkatkan perekonomian masyarakat, terdapat beberapa program yang akan dikembangkan, seperti budi daya ikan lele yang akan beralih dari kolam terpal menjadi kolam bioflok yang akan meningkatkan hasil panen dan pengembangan desa wisata bekerja sama dengan PT WKS. (*)