TEMPO.CO, Jakarta - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) mengapresiasi langkah Pimpinan KPK dan tokoh nasional yang melalukan judicial review terhadap Undang-Undang KPK. Menurut mereka hal itu satu-satunya jalan agar KPK selamat dari upaya pelemahan.
“Pegawai KPK mengapresiasi langkah Pimpinan KPK dan tokoh nasional yang melakukan judicial review terhadap UU KPK Sebagai tindakan negarawan yang mewakili aspirasi rakyat Indonesia yang khawatir nasib pemberantasan korupsi ketika KPK dilemahkan,” kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap, dalam keterangan tertulis, Kamis 21 November 2019.
Apalagi, kata Yudi, Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga sudah mengungkapkan bahwa Perpu menunggu hasil dari persidangan Mahkamah Konstitusi. Karena itu judicial review menurut mereka adalah satu-satunya cara agar pemberantasan korupsi tetap hidup.
“Saat ini judicial review revisi UU KPK merupakan satu-satunya cara agar pemberantasan korupsi tetap berjalan,” kata dia.
Sebelumnya, tiga pimpinan KPK mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, untuk mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 19/2019 tentang KPK.
Ketiga pimpinan KPK itu, yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang. Namun mereka menyampaikan gugatan itu secara pribadi, atas nama koalisi masyarakat sipil yang terdiri atas 13 orang penggiat antikorupsi.
"Kami datang ke sini itu sebagai pribadi dan warga negara mengajukan judicial review UU KPK yang baru, nomor 19/2019, dan kami didukung 29 pengacara," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Selain mereka, pemohon lain uji materi adalah eks komisioner KPK Erry Riyana Hardjapamekas, eks Wakil Ketua KPK Moch Jasin, istri mendiang Nurcholis Madjid Omi Komaria Madjid, eks Ketua Pansel KPK Betti S Alisjahbana, dosen IPB Hariadi Kartodihardjo, Dosen UI Mayling Oey, eks Ketua YLKI Suarhatini Hadad, pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, pendiri Partai Amanat Nasional Abdillah Toha, dan Ketua Dewan Yayasan KEHATI Ismid Hadad.
Permohonan ini didukung oleh 39 kuasa hukum yang datang dari koalisi masyarakat sipil, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), hingga LBH Jakarta.