TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal menyanyangkan rencana pemerintah yang akan menarik eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke dalam tubuh Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Mustafa menilai langkah yang diambil pemerintah terlalu berisiko membuat publik antipati.
"(Pemerintah) Harus bijaksana untuk melihat dan mendudukannya secara proporsional. Karena BUMN, apalagi yang mengelola aset besar dan menentPKSukan keuangan negara kita, itu jangan gambling," kata Mustafa saat ditemui di Istana Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 21 November 2019.
Mustafa menilai sosok Ahok dikhawatirkan dapat kontroversi di masyarakat. Ahok memang berstatus sebagai eks narapidana kasus penistaan agama pada saat menjabat Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu. Kasus itu sempat membuat negara bergejolak dan mendorong adanya aksi demonstrasi 2 Desember (Aksi 212).
Mustafa mengatakan pemilihan Ahok bisa menjadi tendensi negatif yang dapat membuat kepercayaan masyarakat menurun. Padahal, menurut Mustafa, kepercayaan publik lebih penting dibanding profesionalisme dalam urusan pimpinan BUMN.
"Kepercayaan publik itu nomor 1. Setelah publik yakin, tingkat partisipasi publik, dan khususnya SDM di bawahnya akan terbangun," kata Mustafa.
Anggota Komisi X DPR RI itu mengatakan pertimbangan semacam ini bahkan harus diterapkan pemerintah dalam memilih pimpinan di dalam Kementerian BUMN. Apalagi pasca Menteri BUMN memutuskan menggeser seluruh pejabat eselon 1 nya belakangan.
"BUMN bukan semata-mata entitas bisnis, tapi dia ada negaranya. Badan usaha tapi milik negara. Jadi pemerintah harus aware dengan masukan dari publik," kata Mustafa.
EGY ADYATAMA