TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan setuju dengan usulan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengevaluasi pelaksanaan Pilkada langsung.
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto berpendapat, pelaksanaan sistem pemilu langsung menyebabkan tingginya biaya dan memunculkan korupsi. Sehingga, PDIP menyarankan pemilih umum kembali ke sistem musyawarah mufakat tanpa voting.
“Sistem politik, sistem kepartaian, dan sistem pemilu harus senafas dengan demokrasi Pancasila yang mengandung elemen pokok perwakilan, gotong royong, dan musyawarah," ujar Hasto Kristiyanto lewat keterangan tertulis pada Jumat, 8 November 2019. "Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sudah tereduksi menjadi demokrasi kekuatan kapital," lanjut Hasto.
Usul mengevaluasi Pilkada langsung ini disampaikan Tito Karnavian dalam rapat dengan Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, dua hari yang lalu. Menurut Tito, sistem politik pilkada langsung yang sudah berjalan selama 20 tahun belakangan ini perlu dievaluasi karena memiliki sisi negatif, salah satunya, memakan biaya politik yang tinggi.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengkritik usul Tito yang hendak mengevaluasi pelaksanaan Pilkada langsung. Menurut Titi, mempertanyakan eksistensi Pilkada langsung adalah suatu langkah kemunduran berdemokrasi.
"Soal evaluasi pilkada, tentu hal itu diperlukan. Namun, mesti dilakukan secara komprehensif dengan proses yang juga partisipatif. Kalau problematika politik biaya tinggi maka konklusinya jangan melompat menjadi mempertanyakan eksistensi pilkada langsungnya," ujar Titi saat dihubungi Tempo pada Kamis, 7 November 2019.
Titi Anggraini mengatakan, Mendagri seharusnya hadir dengan formula tawaran yang bisa mengelola teknis pilkada dengan mudah, bukan malah mengeluhkan sistem yang sudah ada. Apalagi, ujar dia, mencederai hak rakyat untuk menyalurkan suara.
Solusi yang bisa ditawarkan, ujar Titi, misalnya mengatur pembatasan belanja kampanye, serius membenahi akuntabilitas dana kampanye dengan skema yang bisa memberi efek jera pada paslon yang melanggar, penegakan hukum atas politik uang yang lebih tegas, pemberantasan praktik mahar politik secara konkret, serta memberi ruang keterlibatan PPATK dan KPK dalam pencegahan dan penindakan korupsi politik.
"Jadi, jangan sampai solusinya justru malah memperlemah partisipasi politik dan kedaulatan rakyat. Mendagri mestinya menghindari kebijakan yang kontroversial dan kontraproduktif serta mestinya bisa lebih fokus pada hal-hal mendesak yang perlu dituntaskan," ujar Titi.