TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly meminta publik tak berburuk sangka terhadap Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang telah dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Yasonna mengatakan, investasi yang telah dikeluarkan negara untuk membahas perubahan kitab peninggalan kolonial Belanda itu kemungkinan sudah mencapai Rp 70 miliar.
"Kalau dihitung biaya yang dikeluarkan negara ke situ bukan sepuluh dua puluh miliar, mungkin tujuh puluh miliar pun mungkin, dihitung dari investasi negara untuk menyelesaikan itu," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2019.
Maka dari itu, kata Yasonna, RKUHP itu tak bisa dibatalkan begitu saja. Dia pun menilai kontroversi RKUHP selama ini lantaran ada pihak-pihak yang tak mengerti dan tidak paham.
"Kami minta masyarakat itu jangan suuzan. Yang dulu itu kan ada lah sedikit politiknya, ya kan, bikin ramai-ramai dikitlah, ya kan. Kalau sekarang kan sudah cooling down," ujarnya.
Baca Juga:
Namun di sisi lain, Yasonna mengakui ada pasal-pasal dalam RKUHP itu yang memerlukan penyempurnaan. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini pun berujar pemerintah akan membuka ruang untuk mengevaluasi pasal kontroversial yang ada dalam RKUHP.
Dia mencontohkan yang akan dievaluasi adalah pasal kumpul kebo atau kohabitasi. Ketentuan sebelumnya menyebut kepala desa bisa menjadi pelapor dengan izin orang tua. Yasonna berujar, ketentuan itu akan dievaluasi agar pelapor dibatasi pada orang tua saja.
Meski begitu, dia sekaligus menegaskan tak semua pasal akan ditinjau kembali. "Hanya yang kritis saja. Kalau kamu suruh buka kembali sampai ke belakang, sampai hari raya kuda tidak akan sampai selesai itu," kata Yasonna.
RKUHP termasuk satu dari sejumlah RUU yang diprotes masyarakat lantaran dianggap bermasalah. Demonstrasi mahasiswa dan pelajar pada akhir September lalu juga turut menyorot rancangan ini. RKUHP menuai protes lantaran dianggap mengancam demokrasi.