TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga almarhum Gus Dur tak ada yang dipilih masuk Kabinet Indonesia Maju oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Banyak orang mengira Zanuba Arifah Chafsoh Wahid bakal jadi salah satu menteri Jokowi, tapi hingga pengumuman menteri tadi, nama putri kedua Gus Dur itu tak ada di daftar kabinet baru.
Presidium Gusdurian Jawa Timur Yuska Harimurti mengatakan dukungan para pencinta Gus Dur itu kepada Jokowi-Ma’ruf Amin pada pemilu 2019 dilakukan tanpa syarat. Sehingga meski keluarga Gus Dur tak mendapat tempat di kabinet, Gusdurian tak mempermasalahkan.
Menurut dia, Gusdurian tergerak mendukung Jokowi-Ma’ruf karena sebagai simbol NKRI, Jokowi saat itu diserang oleh paham Islam radikal. “Sesuai ajaran Gus Dur, kami pada saat pilpres bergerak melakukan pembelaan terhadap nilai-nilai penguatan NKRI. Di satu sisi jika itu dianggap mendukung Jokowi, masyarakat bebas menilai ,” kata Yuska, Rabu, 23 Oktober 2019.
Pernyataan Yuska menanggapi postingan Ipang Wahid di media sosial. Putra Salahuddin Wahid itu menyebutkan bahwa Gusdurian ditinggal oleh Jokowi setelah digunakan untuk menarik suara (vote getter) serta dipakai menghadapi serangan kampret dan kadal gurun (kadrun).
Namun, menurut Yuska, koordinator Jaringan Gusdurian pusat, Alissa Wahid, sejak jauh hari sudah menyatakan menolak jabatan politik. “Concern Gusdurian dan Mbak Alissa Wahid bukan jabatan politik, melainkan melakukan penguatan-penguatan pada masyarakat sipil,” Yuska.
Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Kacung Marijan menilai wajar bila Jokowi hanya menggaet partai politik dan kalangan profesional masuk kabinet. Sebab, ujar Kacung, Jokowi ingin mendapatkan dukungan formal di parlemen. Adapun Gusdurian tergolong sebagai relawan yang posisinya sama dengan relawan-relawan lainnya. “Gusdurian hanya merepresentasikan relawan,” kata Kacung.
Kacung mengakui tak sedikit relawan yang kecewa karena merasa tidak diakomodir ke kabinet. Namun, ujar Kacung, apa pun alasannya, Jokowi memang hanya mempertimbangkan dukungan politik formal yang direpresentasikan oleh partai-partai politik. “Kalau relawan itu mewakili siapa di kabinet, ini kan agak sulit juga. Walupun dalam kampanye mereka berkeringat juga,” katanya.