4. Laode Muhammad Syarif KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif juga masih berharap Jokowi akan menerbitkan Perpu KPK. Ia menilai revisi UU yang telah disahkan mengandung banyak permasalahan jika kelak diberlakukan. "Kami berharap presiden akan mengeluarkan perpu kita sangat berharap," kata Syarif di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Senin, 14 Oktober 2019.
Syarif berkata perubahan paling krusial dalam UU yang akan berlaku pada 17 Oktober 2019 itu soal status pimpinan KPK. Ia menganggap komisioner KPK tak lagi menjadi pimpinan tertinggi dan bukan lagi berstatus penyidik serta penuntut. "Ini betul-betul langsung memangkas kewenangan-kewenangan komisioner KPK ke depan," kata dia.
5. Jerry Sumampouw TePI
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw menilai Jokowi melanggar agenda reformasi 1998 jika tak menerbitkan Perpu KPK. Sebab, UU KPK hasil revisi dianggap justru melemahkan pemberantasan korupsi yang merupakan agenda reformasi ini.
"Kalau tidak mengeluarkan perpu, memang kita bisa katakan Presiden Jokowi adalah faktor kedua, di samping partai politik, yang menggagalkan agenda reformasi 1998 terkait pemberantasan korupsi," kata mantan Kepala Humas Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) ini di kawasan Matraman, Jakarta, Senin, 14 Oktober 2019.
6. Pengajar HAM Lintas Kampus
Tekanan agar Jokowi segera menerbitkan Perpu juga datang dari sejumlah pengajar HAM lintas kampus di Indonesia. “Kami mendesak Presiden Jokowi segera mengambil langkah tegas memperkuat KPK. Komitmen ini harus ditunjukkan dengan keberaniannya mengeluarkan Perpu KPK,” kata Direktur Center for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM2) Universitas Jember, Al Hanif dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 14 Oktober 2019.
Sejumlah organisasi kampus lain pun mendukung penerbitan Perpu ini. Di antaranya yaitu seperti Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Unmuh Surabaya, Pusat Studi Anti Korupsi dan Kebijakan Pidana (CACCP) Universitas Airlangga, Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi (PPHD) Universitas Brawijaya, Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, hingga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).