TEMPO.CO, Jakarta - Hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan sebanyak 70,9 persen yang mengetahui revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Revisi UU KPK) menyatakan bahwa revisi tersebut melemahkan.
"Mayoritas mutlak ini. Dua per tiga lebih dari publik yang tahu menyatakan revisi UU KPK melemahkan KPK," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan di Hotel Erian, Jakarta, Ahad, 6 Oktober 2019.
LSI melakukan survei opini publik mengenai Perpu KPK dan gerakan mahasiswa di mata publik. Survei dilakukan secara nasional pada 4-5 Oktober 2019. Responden diplih secara acak dari responden survei LSI sebelumnya pada Desember 2018 - September 2019 yang jumlahnya 23.760 orang dan punya hak pilih. Dari 23.760 responden, sebanyak 17.425 orang memiliki telepon.
Kemudian, dari total responden yang memiliki telepon, LSI memilih sampel secara stratified random sampling. Sebanyak 1.010 orang berhasil diwawancarai lewat telepon. Toleransi kesalahan survei diperkirakan lebih kurang 3,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan jajak pendapat, sebanyak 59,7 persen responden mengikuti atau mengetahui berita tentang unjuk rasa mahasiswa yang memprotes sejumlah undang-undang.
Dari 59,7 persen itu lah, sebanyak 86,6 persen mengetahui demonstrasi untuk menentang RUU KPK. Dari 86,6 persen, sebanyak 60,7 persen mendukung aksi mahasiswa memprotes RUU KPK. "Dalam konteks ini, publik sikapnya bersama mahasiswa yang menentang," ujarnya.
Djayadi mengatakan, mayoritas publik yang mengetahui RUU KPK juga sepakat jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perpu KPK. Adapun yang tidak setuju Presiden mengeluarkan perpu hanya sebanyak 13 persen. Menurut Djayadi, mayoritas publik mendukung Pepru KPK karena revisi tersebut melemahkan lembaga antirasuah. "Menurut publik jalan keluarnya adalah perpu," kata dia.