TEMPO.CO, Jakarta - Berpidato sebagai Ketua MPR baru, Bambang Soesatyo menyinggung demo mahasiswa yang menuntut dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menunjukkan adanya ketidakstabilan negara. “Kejadian sepekan lalu dalam bentuk demonstrasi yang masif di berbagai tempat di tanah air, memperlihatkan adanya ketidakstabilan hubungan antara negara dengan masyarakat,” kata Bambang dalam sidang paripurna ketiga, Kamis petang, 4 Oktober 2019 di kompleks DPR RI, Jakarta.
Protes serempak dalam skala besar di beberapa kota itu menjadi pekerjaan rumah berat bagi lembaga tinggi negara, seperti MPR, DPR, dan DPD periode anyar, sesaat setelah dilantik. Selain itu, tuntutan pendemo ini menjadi tantangan bagi Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelang pelantikannya sebagai kepala negara pada 20 Oktober mendatang.
Menurut mantan Ketua DPR RI ini pemerintah semestinya bersinergi menanggapi aksi itu, karena diperlukan keadilan khususnya bagi masyarakat. Bambang mengakui bahwa kejadian-kejadian itu mendesak pemerintah untuk kembali membuka ruang-ruang dialog. “Ruang dialog perlu dibuka, yang mengedepankan persatuan dalam rangka mengurai ketegangan pascapemilu atau pun ketegangan yang terjadi baru-baru ini,” ujar dia.
Ia mengklaim, demonstrasi akan reda bila pemerintah dan lembaga tinggi mengedepankan komunikasi. Selain itu, ia menyebut bakal lebih baik bila kepercayaan antar-lembaga diperkuat. “Tidak ada persaingan dan rasa curiga di antara kita.”
Bambang Soesatyo resmi terpilih sebagai Ketua MPR periode 2019-2024 secara aklamasi. Politikus Golkar itu dilantik setelah Partai Gerindra menyatakan menarik dukungannya terhadap perwakilan mereka, yakni Ahmad Muzani, yang sebelumnya menjadi penantang Bambang. Ia melenggang sebagai Ketua MPR karena sokongan delapan fraksi di DPR dan suara mayoritas di DPD.