TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner bidang pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyarti mengatakan polisi tak punya standard operasional dalam menghadapi anak-anak yang berdemonstrasi. Ia menyebut tindakan polisi mengamankan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berdemo menolak rancangan undang-undang bermasalah keliru.
“Akhirnya perlakuan terhadap anak-anak sama (dengan demonstran dewasa),” kata Retno di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Kamis 26 September 2019.
Padahal menurutnya, kalau anak-anak tersebut salah, dan terindikasi melempar batu dan melawan aparat, seharusnya polisi segera menangkap dan melumpuhkan. Memukul dengan pentungan, serta menembakan gas air mata, menurut dia, tak bisa dibenarkan.
Ia mengaku melihat langsung di daerah Pejompongan anak-anak yang terkapar di pinggir jalan. “Kami beri masukan kepada kepolisian, bahwa menangani anak-anak seharusnya berbeda,” tuturnya.
Retno juga akan mengusulkan agar KPAI selanjutnya membuka posko pengaduan bagi siswa korban kekerasan oleh aparat. Karena ia merasa akan sulit bila KPAI tidak proaktif, dan menunggu laporan dari pihak kepolisian saja. “(Kalau terbukti) bisa dipidana. Kan nggak boleh melakukan (kekerasan) pada anak,” ucapnya.
Begitu pula bagi anak-anak yang terbukti melakukan penyerangan terhadap aparat. Retno mengatakan, agar polisi menangkap dan mengadili dengan sistem peradilan anak. Retno secara tegas menolak tindakan polisi yang melibatkan aksi kekerasan.
“Anak jadi pelaku pidana kan bisa dan undang-undang mengizinkan. Tapi bukan berarti karena anak pelaku pidana lantas dipukuli,” ucap Retno.