TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat mensahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Pesantren menjadi Undang-Undang.
“Apakah pembicaraan tingkat dua RUU Pesantren disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang?” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, di ruang rapat paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 24 September 2019. “Setuju,” jawab peserta rapat.
Pengesahan ini sontak disambut meriah oleh para santri dan staf Partai Kebangkitan Bangsa yang turut menyaksikan jalannya rapat melalui balkon. Mereka langsung melantunkan salawat saat RUU ini disahkan.
Ketua Komisi VIII Ali Taher, mengatakan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), komisinya sudah mengundang asosiasi pesantren, dan ormas-ormas Islam. Ia mengklaim seluruh aspirasi sudah diakomodir, termasuk masukan terakhir dari PP Muhammadiyah.
“Aspirasi Muhammadiyah telah ditampung,” kata dia.
Adapun keterangan terakhir Presiden yang dibacakan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, menyebut RUU Pesantren ini diadakan karena kehadiran pesantren untuk memberikan pengakuan atas independensi pesantren. Berdasarkan kekhasan dalam fungsi kemasyarakatan kedakwahan dan pendidikan.
Rancangan Undang-Undang Pesantren ini sebelumnya berganti nama. RUU ini disetujui dengan nama RUU Pesantren, menghilangkan kata Pendidikan Keagamaan yang sebelumnya mengekor di baliknya.
RUU ini kini spesifik mengatur pesantren yakni pendidikan di ranah agama Islam, tanpa memuat pendidikan di agama lain. Berbeda, dengan sebelum berganti nama RUU Pesantren mengatur agama lain.