TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara aksi besar mahasiswa bertajuk Gejayan Memanggil, Syahdan, memastikan unjuk rasa di Yogyakarta ini tak terafiliasi dengan partai politik.
"Kami tegaskan tak aksi kami tak ada hubungan dengan afiliasi politik tertentu. Aksi tetap jalan," kata Syahdan.
Ia menegaskan aksi ini murni muncul dari keresahan publik terhadap berbagai isu nasional yang muncul. Seperti, Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang antidemokrasi karena rawan mengkriminalisasi masyarakat sipil dan pengesahan RUU KPK yang melemahkan pemberantasan korupsi.
Ia juga meminta agar masyarakat berhati-hati dengan segala bentuk hoaks atau informasi palsu yang beredar di media sosial. Syahdan mengatakan semua informasi tentang aksi hanya disampaikan melalui akun-akun resmi Gejayan Memanggil, instagram:@gejayanmemanggil.
Beberapa akun menyebut aksi tersebut disusupi kelompok HTI, anarko, dan Partai Keadilan Sejahtera. Satu di antara tudingan itu muncul dari akun Militan Garis Lucu. Bunyinya: Info penting! Silakan disebarkan. Menyikapi terkait aksi besok Cipayung DIY tidak bergabung pada aksi. Ada timnya Anis wan abud, Dadang Juliantara, plus HTI, kelompok anarko, didukung PKS. “Buzzer banyak yang memfitnah aksi kami. Tapi, kami tetap jalan,” kata Syahdan.
Selain mahasiswa, gerakan ini juga melibatkan pelajar sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan masyarakat sipil pro demokrasi. Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta juga menyatakan bergabung dengan aksi ini karena organisasi profesi jurnalis ini menolak RKUHP yang rawan mengkriminalisasi jurnalis.
Massa memulai aksinya dengan berjalan kaki dari tiga titik, yakni gerbang utama kampus Sanata Dharma, pertigaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Bunderan UGM.
Mereka memprotes beberapa perubahan undang-undang bermasalah. Di antaranya Revisi Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengancam privasi dan demokrasi. Juga pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi dan tidak segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.