INFO NASIONAL — Menyusul pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS), perbankan di Aceh mulai menyiapkan diri beralih dari sistem konvensional ke sistem keuangan Syariah. Paling lambat terhitung Januari 2022, seluruh perbankan di Aceh telah menjalankan sistem tersebut.
Melihat kesiapan perbankan di Aceh, Bank Indonesia bersama Tempo menggelar diskusi bertema "Kesiapan Perbankan Terhadap Pemberlakuan Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh". Agenda tiga jam berlangsung di gedung Bank Indonesia Aceh, Banda Aceh, Senin, 23 September 2019.
Baca juga:
Mewakili Gubernur Aceh, Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh, Dr Amrizal J Prang, menjelaskan qanun tersebut telah ditetapkan di Aceh pada 31 Desember 2018, mempunyai tujuan mewujudkan perekonomian Aceh yang Islami, penggerak dan pendorong pertumbuhan perekonomian di Aceh. “Qanun ini berlaku untuk seluruh lembaga keuangan yang berkantor di Aceh, bukan hanya bank,” ujarnya.
Secara yuridis, qanun tersebut sangat memungkinkan dibuat, mengingat Aceh diberikan kewenangan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan dan mengatur pelaksanaan syariat Islam, sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Menurut Amrizal, qanun ini lahir tidak serta merta tetapi melalui proses panjang. Semua elemen dilibatkan dalam pembahasannya, terutama lembaga keuangan termasuk perbankan. Saat ini semua lembaga mempersiapkan diri untuk menuju sistem syariah. Limit waktu yang ditetapkan paling lama tiga tahun sejak Qanun LKS terbentuk. “Artinya, sampai Januari 2022 semua lembaga keuangan di Aceh sudah berprinsip syariat,” katanya.
Baca juga:
Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Aceh, Zainal Arifin Lubis, punya pandangan lain terkait penerapan Qanun LKS di Aceh. “Qanun ini punya potensi Aceh bangkit kembali secara ekonomi. Siapa pun berkeyakinan bahwa dengan prinsip syariah, akan melahirkan suatu kondisi yang berkeadilan,” katanya.
Zainal Arifin memaparkan sejumlah kondisi Aceh yang miris secara ekonomi saat ini. Dengan potensi sumber alam dan anggaran yang besar, belum mampu membuat ekonomi masyarakat baik. Provinsi Aceh tercatat sebagai provinsi termiskin di Sumatera.
Indikator pertumbuhan ekonomi di Aceh saat ini dalam beberapa tahun terakhir berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. “Inflasi Aceh juga lebih tinggi dari daerah lain di Indonesia. Artinya negatif,” kata Arifin.
Qanun LKS kemudian menjadi harapan dengan sistem ekonomi Islam. “Dalam prinsip ekonomi syariah, ada prinsip keadilan. Bagaimana mengimplementasikan saja,” ucapnya.
Terlepas dari berbagai tantangan, respons perbankan dengan LKS ini sangat positif. Arifin bahkan mengaku telah berjumpa beberapa rekannya di perbankan. Secara umum semuanya sedang mempersiapkan diri untuk beralih dari konvensional ke Syariah. “Sebagian perbankan bahkan langsung buka bank syariah di Aceh. Edukasi juga sudah dilakukan oleh bank,” katanya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Aulia Fadly, mengatakan secara prinsip semua bank siap melaksanakan qanun asalkan semua masyarakat siap menjalankannya. “Ini sangat potensial, karena hampir semua masyarakat Indonesia adalah orang Islam,” katanya.
Aulia menegaskan sistem konvensional tidaklah sama dengan sistem Syariah. Karena sistemnya mengenal bagi hasil, beda dengan konvensional. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah sepakat beda. Lagi pula, prinsip syariah tak akan jalan kalau kedua belah pihak, tidak menerapkan prinsip bagi hasil. (*)