TEMPO.CO, Jakarta - Cendekiawan muslim, Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii, mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib dibela. "KPK itu wajib dibela, diperkuat. Tapi bukan suci. Itu harus diingat," kata Buya Syafii di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 19 September 2019.
Menurut Buya Syaffi, pembahasan revisi UU KPK memiliki kelemahan dalam prosedurnya. Sebab, KPK sendiri tidak diajak berunding oleh Kementerian Hukum dan HAM dan DPR. "Saya rasa soal revisi, soal dewan pengawas itu bisa didiskusikan. Itu kan kemarin kan langsung digitukan, jadi terbakar," katanya.
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi resmi disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-9 DPR, pada Selasa, 17 September 2019.
Undang-undang ini tetap disahkan meski menuai kontroversi di publik. Pengesahan revisi UU KPK ini tak menunggu pertemuan Presiden Joko Widodo dengan pemimpin lembaga antirasuah itu.
Tempo mencatat ada tujuh poin yang disepakati dalam revisi UU KPK, yaitu keduduk KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas, pelaksanaan penyadapan mendapat izin tertulis dari dewan pengawas.
Kemudian, KPK juga berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan apabila tidak selesai dalam waktu paling lama 1 tahun, koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya, mekanisme penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dewan pengawas, dan pegawai KPK adalah aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk pada peraturan perundang-undangan.