TEMPO.CO, Jakarta - Para calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 akan ditanya pandangannya soal revisi UU KPK dalam fit and proper test oleh Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat yang digelar Rabu-Kamis, 11-12 September nanti.
Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani memperkirakan, isu seputar revisi UU KPK ini bisa jadi banyak ditanyakan oleh anggota Dewan kepada capim KPK.
"Itu bisa jadi termasuk pertanyaan yang akan cukup banyak mendominasi," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 10 September 2019.
Lantas bagaimana sikap calon pimpinan KPK terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 itu? Berikut sikap mereka berdasarkan apa yang disarikan dari berbagai sumber, di antaranya uji makalah dan uji publik bersama Panitia Seleksi Capim KPK, serta beberapa wawancara. Tercantum juga bagaimana sekilas visi para capim tersebut.
1. Nawawi Pomolango
-Setuju revisi UU KPK terkait penataan pegawai, tapi hal ini bisa juga dilakukan lewat aturan internal
-Ingin KPK lebih menjalankan fungsi supervisi dengan instansi penegak hukum lain. KPK juga harus berani dan percaya melimpahkan kasus skala kecil ke Kejaksaan dan Kepolisian
-Fungsi trigger mechanism/koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain perlu ditingkatkan
2. Lili Pintauli Siregar
-Revisi UU KPK bisa dilakukan asal menguatkan
-Fokus revisi pada perlindungan saksi untuk kasus korupsi
-Fungsi trigger mechanism/koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain perlu ditingkatkan, demikian juga fungsi pencegahan.
3. Sigit Danang Joyo
-Setuju revisi UU KPK selama itu menguatkan KPK.
-Ingin KPK memperhatikan aspek penerimaan negara dengan bekerja sama dengan instansi-instansi yang mengelola penerimaan negara.
-Salah satu yg menjadi sorotan terkait kasus korupsi pajak
4. Nurul Ghufron
-Setuju revisi KPK yang substansinya untuk penguatan lembaga antirasuah
-Setuju revisi mengenai kewenangan KPK menerbitkan SP3
-Mendorong revisi UU Tipikor terkait perluasan subyek hukum
-Menyoroti politik uang dalam pemilu
5. Nyoman Wara
-Revisi UU KPK bisa dilakukan untuk memperbaiki sistem penanganan perkara yang fungsinya meningkatkan kerja KPK. Mengingat kerja KPK sekarang sudah cukup efektif.
-Fungsi trigger mechanism/koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain perlu ditingkatkan.
-Manajemen SDM KPK perlu dikembalikan ke Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
-KPK perlu bersinergi dengan pemerintah untuk meningkatkan sistem pencegahan yang efektif.
6. Alexander Marwata
-Revisi UU KPK selama ini melemahkan. Khususnya poin permintaan adanya dewan pengawas, aturan penyadapan, hingga penghentian perkara. Tapi perlu aturan untuk menertibkan pegawai KPK.
-Ingin meningkatkan koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan melalui penerbitan e-SPDP. Jadi ketiga lembaga penegak hukum bisa saling memantau perkara apa yang tengah ditangani oleh setiap instansi.
-KPK harus meningkatkan supervisi dengan kepolisian dan kejaksaan. Pentingnya peran supervise juga untuk menghindari intervensi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan
-Meningkatkan supervisi dalam pencegahan korupsi dengan menggandeng instansi lain, seperti BPK, BPKP, dan inspektorat.
-Perlu ada SOP lebih jelas untuk penyidik karena mereka selama ini cenderung dominan. Hal ini dianggap berpotensi menjadi abuse of power.
7. Johanis Tanak
-Setuju revisi UU KPK. Antara lain, terkait penghentian perkara, keberadaan dewan pengawas, dan penuntutan yang harus dilaporkan dulu ke Kejagung.
-Meski demikian, kedudukan KPK tetap harus sebagai lembaga independen.
8. Luthfi Jayadi Kurniawan
-Sejauh ini, UU KPK masih relevan untuk digunakan dan efektif
-Tetapi, KPK perlu membangun interaksi dan relasi kelembagaan dengan lembaga penegak hukum lain.
9. Firli Bahuri
-Setuju revisi UU KPK, terutama pembentukan dewan pengawas agar KPK tidak menjadi superbody.
-Keberadaan penyidik perlu satu induk sesuai dengan KUHAP.
-Kemungkinan penghentian perkara (SP3)
-KPK harus libatkan Kepolisian dan Kejaksaan sebagai trigger mechanism.
10. Roby Arya Brata
-Sangat setuju revisi UU KPK. Keberadaan dewan pengawas menjadi keharusan. Penyadapan perlu diatur.
-Koordinasi dan supervisi dengan Kejaksaan dan Kepolisian harus lebih erat dengan melaporkan penanganan perkara kepada dua instansi ini.
-Terkait masalah manajemen internal, ada dua opsi yang diusulkan. Pertama, penyidik yang berasal dari kepolisian harus berhenti dari kepolisian dan menjadi pegawai tetap KPK. Opsi lainnya, jika penyidik KPK dari kepolisian dan kejaksaan tidak berhenti dari instansinya, maka KPK tak usah berwenang menangani kasus korupsi di dua instansi itu demi menghindari konflik kepentingan. Ditangani Kompolnas dan Kepolisian Kejaksaan saja.
-Menilai strategi penindakan saat ini tak efektif. Strategi pencegahan penting untuk reforma sistemik di semua sektor.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | BERBAGAI SUMBER