TEMPO.CO, Jakarta -Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Profesor Hariadi Kartodihardjo melaporkan bahwa sejumlah akun Whatsapp milik sejumlah akademisi yang menolak revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK diserang hacker.
Peretas tak dikenal mensabotase akun sejumlah orang dan menyebarkan konten dukungan terhadap revisi UU KPK. "Tiba-tiba mas Rimawan di group Whatsapp mengirim konten yang berlawanan dengan sikap tolak revisi UU KPK," kata Hariadi kepada Tempo, Selasa malam, 10 September 2019.
Hariadi menceritakan peretas diduga telah mengambil akun Whatsapp Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Rimawan Pradiptyo pada Selasa sore sekitar pukul 16.00 WIB. Rimawan adalah satu di antara ribuan akademisi yang vokal menggalang dukungan untuk menolak revisi UU KPK. Selain dia, kata Hariadi, sejumlah akun milik tokoh akademisi lainnya juga diretas secara bersamaan.
Peretas kemudian mengirimkan tulisan berkaitan dukungan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi UU KPK di grup Whatsapp dan melalui pesan pribadi. Merasa janggal, Hariadi pun menanyakan ke Rimawan. Namun ternyata nomor ponsel Rimawan tak bisa dihubungi. Tempo juga tidak bisa menghubungi Rimawan karena ponselnya tak aktif.
Hariadi kemudian membuka komunikasi dengan jalur lain untuk memastikan bahwa Rimawan benar-benar diretas. Dari pengakuan kepada Hariadi, Rimawan membenarkan peristiwa itu. Para aktivis kemudian beralih membuat grup baru dan koordinasi komunikasi dengan cara lain.
Ribuan dosen dan profesor dari 33 kampus seluruh Indonesia sebelumnya menghimpun diri untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK yang sedang bergulir di Badan Legislasi DPR. Mereka kemudian membuat grup Whatsapp dan sepakat bahwa revisi terhadap undang-undang lembaga antirasuah bakal melemahkan gerakan pemberantasan korupsi. Aksi penolakan kemudian digelar secara masif di masing-masing kampus.
Hariadi menduga, ulah peretas tersebut tak terlepas dari upaya para akademisi mendesak pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan revisi UU KPK. Meski begitu, sejauh ini mereka belum berencana melaporkan kasus ini pada polisi. "Kalau melihat dari orang yang dipilih hacker (menjadi korban), adalah orang-orang yang aktif dalam jaringan dan mengkoordinasikan menggalang dukungan. Salah satunya Pak Rimawan," ucap dia.
Dia menegaskan bahwa kejadian ini tak akan membuat para akademisi surut untuk memperjuangkan KPK dari upaya pelemahan. Hariadi juga mengkritik sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyetujui revisi undang-undang, termasuk di antaranya pembentukan Dewan Pengawas. Selain itu, ia juga menolak independensi KPK dirusak melalui penyertaan KPK sebagai lembaga di bawah pemerintah.
Pada Sabtu, pekan lalu, 37 guru besar lintas kampus juga menyatakan bahwa revisi UU KPK cacat prosedur dan otomatis batal demi hukum. Mereka di antaranya Guru Besar Universitas Islam Indonesia sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md, Dekan Fakultas Hukum UGM Profesor Sigit Riyanto, mantan Komisioner KPK Haryono Umar, dan lain sebagainya.
"Melihat ancaman kepada KPK yang terstruktur, sistematis dan masif, maka kami Guru Besar Indonesia menolak upaya revisi UU KPK," tulis mereka dalam keterangan pers. Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho bahkan mencermati adanya sejumlah pasal yang justru menghambat upaya pemberantasan korupsi. "Contohnya, pasal mengenai pembentukan Dewan Pengawas KPK yang berwenang memberi izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan."
MAYA AYU PUSPITASARI | AVIT HIDAYAT