TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI, Fahri Hamzah menyebut bahwa kontrak politik antara DPR dan Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Capim KPK, sebetulnya tidak perlu dibuat.
Menurut Fahri, kontrak politik itu hanya meminta agar capim KPK berkomitmen dengan undang-undang, termasuk UU KPK jika sudah direvisi ketika mereka dilantik. "Ya kan otomatis mereka harus taat UU KPK, jika sudah direvisi ketika mereka dilantik. Makanya itu, saking parnonya teman-teman di komisi III itu, sampai pimpinan KPK disuruh taat UU," ujar Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan pada Selasa, 10 September 2019.
Membuat kontrak politik meminta Pimpinan KPK taat undang-undang, ujar Fahri, sebetulnya tidak boleh. Sebab, sudah otomatis pimpinan KPK harus taat kepada undang-undang yang berlaku.
"Cuman karena KPK ini sekarang sudah menjadi lembaga superbodi, orang boleh seenaknya disadap, makanya diminta taat UU. Harusnya kan udah mesti taat tanpa perlu diminta," ujar Fahri.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani sebelumnya mengungkap alasan adanya kontrak politik dengan capim KPK. Kontrak politik ini, kata Asrul, bertujuan untuk memastikan konsistensi para capim KPK setelah mereka terpilih.