TEMPO.CO, Jakarta - Kemarin malam, ratusan muda-mudi Gusdurian Jakarta menggelar acara peringatan hari lahir atau harlah Presiden RI Keempat Abdurahman Wahid alias Gus Dur, yang jatuh pada hari ini, 7 September. Tiga putri Gus Dur, Alissa Wahid, Anita Wahid, dan Inayah Wahid hadir untuk berbincang, membagi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ditanamkan Gus Dur semasa hidupnya.
Dalam kesempatan itu, Inayah Wahid bercerita saat-saat ayahandanya memerintah. Gus Dur membubarkan badan sensor dan departemen penerangan. "Gus Dur waktu itu cerita, Bapak mau bubarin badan sensor dan departemen penerangan, yang lebih banyak menggelapkan itu," ujar Inayah dalam acara peringatan Harlah Gus Dur di Rumah Pergerakan Gus Dur, Menteng, Jakarta pada Jumat malam, 6 September 2019.
Ketika ditanya alasannya, ujar Inayah, Gus Dur menjawab bahwa masyarakat harus dibuat berdaya. Masyarakat lah yang harus memutuskan sendiri, apakah sebuah tontonan atau bacaan serta informasi tersebut memang mereka butuhkan atau tidak. "Kalau sampah, nanti mereka buang sendiri. Belajar buang sampah," ujar Inayah menirukan kata-kata Gus Dur.
Hingga saat ini, pemikiran Gus Dur, memang terkenal jauh melampaui zamannya. Gus Dur, ujar Inayah, selalu membebaskan manusia. Begitu pula pada anak-anaknya.
Suatu kali, Inayah Wahid pulang dengan rambut yang telah dicat berwarna pink. Kakaknya, Alissa Wahid panik tak karuan dan mengadu kepada Gus Dur. Mendengar kelakuan Inayah, Kiai NU itu hanya memanggil Inayah dan bertanya.
"Kamu tahu, kalau dalam agama islam, apa hukumnya kalau mengecat rambut?" tanya Gus Dur pada Inayah.
"Tahu, Pak," jawab Inayah.
"Kamu tahu, kalau rambutnya diginiin nanti kamu di-bully orang?" tanya Gus Dur lagi.
"Tahu, Pak," timpal Inayah.
"Terus, kamu enggak apa-apa?" tanya Gus Dur untuk terakhir kalinya.
"Enggak apa-apa," ujar Inayah.
"Ya udah, orang dia aja enggak apa-apa," ujar Gus Dur santai kepada Alissa.
Pemikiran sederhana dan adil sejak dalam pikiran tersebut, ujar Inayah, yang selalu diterapkan Gus Dur. Alissa Wahid juga bercerita bahwa ayahnya itu pernah membela pimpinan FPI Rizieq Shihab dan membandingkannya dengan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Ba'asyir.
"Gus Dur bilang, Ba'asyir itu tidak mengakui NKRI dan Pancasila, karena itu dia memang perlu dihukum. Rizieq mengakui Indonesia, karena itu hak konstitusinya harus dijaga," ujar Alissa menirukan kata-kata Gus Dur.
Di lain sisi, ujar Alissa, Gus Dur mengkritik polisi karena menurutnya cara penangkapan terhadap Ba'asyir melanggar HAM. "Jadi, Gus Dur enggak pernah musuhin orang, yang dikritik adalah sikapnya. Bukan orangnya," ujar Alissa.