TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Kepolisian Daerah atau Polda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Luki Hermawan, mengatakan Veronica Koman ditetapkan tersangka karena diduga telah memprovokasi dan menyebarkan berita palsu di media sosialnya.
"Kalimat-kalimat (provokasi dan berita berita palsu) selalu dibuat dengan menggunakan bahasa Inggris," kata Luki saat memberikan keterangan pers kepada awak media di Markas Polda Jawa Timur, Rabu, 4 September 2019.
Luki kemudian merinci beberapa kalimat yang menurut polisi merupakan provokasi dan berita bohong. Kalimat itu, kata Luki, disebarkan oleh pengacara hak asasi manusia dan pendamping mahasiswa Papua di Surabaya tersebut lewat media sosial Twitter.
"Dia mengatakan seruan mobilisasi aksi monyet turun ke jalan untuk besok di Jayapura," kata Luki. Selain itu, lanjut dia, tersangka juga menulis ada 43 mahasiswa Papua di Surabaya ditangkap tanpa alasan jelas, 5 orang terluka dan 1 terkena tembakan gas air mata
"Ada lagi tulisan momen polisi tembak ke dalam asrama mahasiswa Papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata, anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus, terkurung, dan disuruh keluar ke lautan massa," ujar Luki.
Atas dasar cuitan-cuitannya itu, pihaknya memutuskan menetapkan tersangka perempuan 31 tahun tersebut. "Yang bersangkutan salah satu yang sangat aktif melakukan provokasi sehingga membuat keonaran," kata Luki.
Polisi menjerat tersangka dengan pasal berlapis. Antara lain Undang-Undang ITE, Undang-Undang KUHP, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008. “Ada 4 Undang-Undang kami (sangkakan) lapis."
Luki menegaskan Polda Jawa Timur akan berkoordinasi dengan Mabes Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Interpol untuk mengetahui posisi Veronica. "Karena saat ini dia lagi ada di luar negeri," kata dia tanpa menyebut negara mana.