TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan, pasal penghinaan presiden dalam Pasal 219 dan Pasal 241 rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP, harus dihapus.
Menurut Fickar, pasal tersebut salah pengertian. Untuk itu, aturan serupa pernah dibatalkan MK pada 2006 dengan putusan nomor 013-022\/PUU-IV\/2006. Tiga pasal KUHP, yaitu pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP, yang digugat Eggi Sudjana.
Saat itu majelis hakim menilai tiga pasal tersebut sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, membuat ketidakpastian informasi, dan melanggar amanat UUD 1945 Pasal 28 huruf tentang kebebasan menyatakan pendapat.
"Penghinaan itu enggak bisa terhadap jabatan. Karena jabatan publik itu memang untuk dikritisi," ujar Fickar di Kompleks Parlemen, Senayan pada Selasa, 3 September 2019.
Fickar mengkhawatirkan jika pasal penghinaan presiden ini lolos, ketika pers membuat pemberitaan yang mengarah kritik kepada suatu kebijakan, dan kebetulan kebijakan itu ide presiden, maka bisa dianggap mencemarkan dan menghina presiden. "Itu yang menjadi bahaya. Mesti hati-hati, merumuskan atau kriminalisasi perbuatan yang mestinya bukan perbuatan kriminal," ujar dia.