TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan akan menggunakan pendekatan politik untuk mengusut keterlibatan Benny Wenda dalam kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
"Ini persoalan politik ya. Ini persoalan politik harus diatasi dengan pendekatan politik," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin, 2 September 2019.
Moeldoko mengatakan, pemerintah tak bisa menggunakan pendekatan militer lantaran Benny bergerak di front politik. Pemerintah, kata Moeldoko, juga sudah berkomunikasi dengan otoritas Inggris mengenai Benny. Sebab, Ketua Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat itu kini tinggal di Oxford, Inggris.
Menurut Moeldoko, Benny merupakan pihak asing yang terlibat dalam kerusuhan yang melanda Papua dan Papua Barat. "Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu," katanya.
Mantan Panglima TNI itu menyebut peran Benny memobilisasi massa secara diplomatik dan informasi yang tidak benar. "Itu yang dia lakukan di Australia lah, di Inggris lah," kata dia.
Benny merupakan Ketua Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat. Didakwa atas tuduhan mengerahkan massa untuk membakar kantor polisi pada 2002, Benny kabur dari penjara di tengah proses persidangan.
Ketua Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka itu menyeberang ke suaka politik dari Inggris pada 2003. Dia mengaku akan pulang dan memimpin Papua jika agenda referendum.
Ia bahkan mengeluarkan surat edaran yang berisi instruksi agar rakyat Papua tak mengikuti upacara kemerdekaan 17 Agustus.
"Saya memang mengeluarkan surat edaran beberapa pekan sebelum selebrasi kemerdekaan Indonesia. Isinya menyerukan kepada rakyat Papua supaya tidak ikut upacara Tapi aksi di Surabaya yang merembet ke Papua tiu spontanitas saja. Rakyat Papua yang bergerak," ujar Benny Wenda seperti dikutip Majalah Tempo edisi 2-8 September 2019.