TEMPO.CO, Jakarta - Dua putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menyatakan siap membantu pemerintah berdialog dengan masyarakat Papua dan Papua Barat demi meredakan konflik.
"Kalau memang menjadi panggilan bangsa, ya saya wajib siap," kata Alissa Qotrunnada alias Alissa Wahid kepada Tempo, Ahad malam, 1 September 2019.
Desakan agar pemerintah melibatkan keluarga Gus Dur untuk menangani konflik di sana datang dari sejumlah pihak, mulai dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia hingga penulis buku Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita, Muhammad A.S. Hikam. Presiden keempat itu dinilai berhasil meredakan gejolak menggunakan pendekatan kemanusiaan dan kultural.
Salah satu pendekatan Gus Dur ialah membolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai bendera kultural. Dia juga mengabulkan keinginan masyarakat di sana menyebut nama Papua, alih-alih Irian Jaya seperti yang diinginkan pemerintah.
Alissa meyakini, setiap anak Gus Dur akan siap jika diminta menjadi mediator. "Wong tanpa ditugasi resmi, kami semua terus bekerja membangun jembatan-jembatan dengan teman-teman di sana," kata dia.
Dihubungi terpisah, Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang akrab disapa Yenny Wahid menyatakan komitmen yang sama. Yenny bahkan sudah menggelar pertemuan dengan tokoh masyarakat dari Papua dan Papua Barat, serta sejumlah aktivis pada Ahad, 1 September 2019. Dia mengatakan pertemuan dihadiri sekitar 30 orang.
"Kalau kami dilibatkan atau tidak dilibatkan (oleh pemerintah), kami serta merta pasti akan melibatkan diri. Karena memang punya kepedulian terhadap masalah di sana dan memang banyak juga teman-teman yang masih dekat dengan kami," kata Yenny kepada Tempo, Ahad malam, 1 September 2019.
Yenny pun berencana menyampaikan kepada pemerintah ihwal adanya aspirasi dari masyarakat Papua dan Papua Barat tersebut. Jika pemerintah membuka ruang dialog, Yenny akan mengantarkan para tokoh masyarakat Papua dan Papua Barat ini bertemu Presiden Joko Widodo.
"Menurut saya masyarakat di sana sendirilah yang harus menyampaikan aspirasinya, saya hanya bisa memfasilitasi saja. Monggo kalau pemerintah mau mendengarkan langsung, saya bisa antarkan kelompok ini," ujar Yenny.
Yenny dan Alissa senada menyampaikan bahwa pemerintah harus mengedepankan dialog dan kemanusiaan dalam menangani konflik di Papua dan Papua Barat, bukan pendekatan keamanan dan represif. Pendekatan ini jugalah yang dulu digunakan Gus Dur.
Dua bersaudara ini menilai pembangunan di kedua daerah ini yang dilakukan Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah bagus. Namun pendekatan ekonomi itu harus dibarengi dengan pendekatan sosial dan kultural.
Yenny mencontohkan, salah satu yang masih menjadi pekerjaan rumah ialah menghapus tindakan rasis dan diskriminatif terhadap orang-orang Papua. Semisal di Pulau Jawa, kata dia, masih banyak yang menolak menyewakan pondokan atau indekos kepada mahasiswa-mahasiswa Papua.