TEMPO.CO, Jayapura - Perasaan cemas terpancar dari wajah Laramina, 63 tahun. Pedagang aksesoris pakaian di Pasar Hamadi, Jayapura, Papua itu tak lagi menggelar lapak dagangannya sejak kerusuhan pecah di kota tersebut, Kamis 29 Agustus lalu. “Saya lihat kondisi dulu,” ujar warga Jalan Hamadi Rawa I, Ahad, 1 September 2019.
Laramina terpakasa berhenti sementara berdagang lantaran khawatir terjadi kerusuhan susulan. Ia dan sejumlah kolega memilih untuk menyimpan seluruh barang dagangan di rumah hingga situasi keamanan kembali pulih. “Keadaan sekarang masih panas,” kata dia.
Laramina merupakan pria asal Sulawesi Selatan yang sudah melakoni hidup sebagai pedagang di pasar Hamadi selama 40 tahun. Sejak bermukin di Jayapura, kata dia, baru kali ini terjadi gesekan antara warga Papua dengan para pendatang. “Saya tidak tahu kenapa kami menjadi sasaran,” kata dia.
Saat terjadi kerusuhan pada Kamis lalu, kata Laramina, bangunan milik koleganya di sepanjang pelabuhan Jayapura hangus dilalap api. Bangunan tersebut dibakar setelah sebelumnya dijarah para demonstran. Seluruh pemilik kios terpaksa mengungsi ke dalam pelabuhan Jayapura yang dijaga tentara.
Kerusuhan di Jayapura merupakan buntut dari ucapan rasisme sejumlah organisasi masyarakat di Kota Surabaya dan Malang. Ribuan warga Papua turun ke jalan meluapkan kemarahan mereka dengan merusak dan membakar sejumlah bangunan mulai daerah Expo hingga Kota Jayapura.
Dampak dari kerusuhan itu membuat pemilik toko yang berjejer di depan pasar Hamadi menutup usaha. Sebagian di antara mereka tetap membuka kios dalam keadaan waspada. Pengelola minimart SRC, misalnya. Hari ini tetap melayani pembeli, namun sebagian pintu dan tembok kacanya tertutup pagar geser.
Pasar Hamadi terletak di bawah jalan Argapura yang menjadi lintasan para demonstran. Dari jalan raya, lokasinya harus disusuri setengah kilometer melewati jalan terjal yang menjorok ke arah laut. Saat kerusuhan Kamis lalu, pasar ini tak menjadi sasaran aksi vandalisme para demonstran.
Meski selamat dari sasaran demonstran, hampir setengah dari 800 pedagang di pasar itu tidak berdagang. Menurut Steven Hababuk, petugas keamanan Pasar Hamadi, isu akan terjadinya demonstrasi susulan membuat pasar membeku selama dua hari. “Baru dibuka hari ini,” katanya.
Aktivitas niaga di Pasar Hamadi sejak hari ini berangsur pulih meski tanpa pengawalan petugas TNI atau Polri. “Tapi mereka masih cemas. Seringkali beredar kabar bakal terjadi demonstrasi susulan. Makanya ada yang buka setengah hari, lalu tutup lagi karena kabar itu. Jadi tidak tenang,” ujar Steven.
Perasaan was-was tak hanya menghantui pedagang di Pasar Hamadi. Sejumlah pedagang di Pasar Mama-Mama yang terletak di jantung Kota Jayapura, juga merasakan kekhawatiran serupa. Pasar dengan empat lantai yang baru setahun diresmikan Presiden Joko Widodo itu belum sepenuhnya menggeliat.
Menurut Kepala Pasar Mama-Mama, Jefri Way, kondisi pasar yang sepi juga ikut dipengaruhi oleh seretnya pasokan barang dari pasar induk, Yotefa. Pasar tersebut terletak tak jauh dari titik kumpul para demonstran di daerah Expo. “Di pasar tersebut masih banyak yang belum berani berdagang,” kata dia.
Keadaan kota yang belum sepenuhnya pulih membuat aparatur pemerintahan setempat menggelar rapat hari ini. Rapat tersebut dihadiri Wali Kota Jayapura, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, serta para Kepala Pasar. “Kami diminta mengaktifkan kembali aktivitas perdagangan,” kata Jefri