TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ali Munhanif, menganalisis mengenai Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memilih mengenakan busana khas Bali berwarna merah dalam pembukaan Kongres V PDIP di Bali pada Kamis lalu, 8 Agustus 2019.
Dia menilai Jokowi menunjukkan simbol yang menarik. Meski berstatus kader PDIP, menurut dia, Kepala Negara hadir tanpa busana tau atribut partai.
Menurut Ali, Jokowi ingin menunjukkan dirinya otonom dan tidak bisa diatur-atur terutama dalam penyusunan kabinet pemerintahannya. "Dia ingin menunjukkan diri bahwa ada hak prerogatif presiden pada masa penyusunan kabinet," katanya dalam diskusi 'Membaca Arah Tusukan Pidato Mega' di Cikini, Jakarta, hari ini, Sabtu, 10 Agustus 2019.
Ali juga menuturkan penolakan diatur-atur dalam menyusun kabinet sudah Jokowi sampaikan secara tersirat saat merespons permintaan menteri dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Meski Mega meminta jumlah kursi menteri lebih dari empat, Jokowi menjawabnya secara diplomatis. "Dia ini orang kuat, tapi dia ini orang Solo. Dalam perspektif kultural, penolakan itu sudah tampak."
Mega menodong Jokowi perihal jatah menteri di kabinet periode 2019-2024 saat berpidato pembukaan Kongres V PDIP. Ia meminta jatah menteri dari PDIP harus lebih banyak dari partai koalisi lainnya dan menolak jika hanya mendapat empat kursi.
"Tadi Ibu Mega bilang (jatah menteri) jangan empat dong. Tapi kalau yang lain dua, PDIP empat, kan sudah dua kali. Tapi nanti kalau yang lain tiga, PDIP dapat berapa, enam? belum tentu juga. Tapi yang jelas PDIP dapat jatah menteri terbanyak," kata Jokowi menjawab Megawati saat itu.
AHMAD FAIZ