INFO NASIONAL — Peneliti Universitas Gadjah Mada, Ambar Teguh Sulistiyani, menilai inovasi desa selama ini belum masif. Kalaupun ada, kata dia, masih sangat kecil jumlahnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya terpadu dengan semua stakeholder terkait agar 74.957 desa di Indonesia mampu berkembang cepat dan menyumbang kekuatan ekonomi agar prediksi mencapai peringkat ke-9 perekonomian terkuat dunia pada 2030 tercapai.
“Perekenomian desa memang saat ini sudah didominasi melalui penjualan online. Tetapi belum cukup, perlu ada kelembagaan. Kelompok masyarakat desa butuh pendampingan dari stakeholder, perangkat desa, dan juga universitas,” kata Ambar dalam Talkshow Manfaat Dana Desa dan Ekonomi Digital yang diinisasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, di Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2019.
Ambar mengisahkan pengalamannya bersama mahasiswa UGM saat kuliah kerja nyata ke beberapa desa di Jawa Tengah. Ia mengakui, perizinan industri rumah tangga telah membantu usaha kecil menengah (UKM) yang dijalankan warga desa menjadi dasar pemasaran produk mereka. Namun, untuk menembus pasar nasional, PIRT baru sebatas pijakan dasar. Ambar dan mahasiswanya membantu pelaku UKM itu mengemas produk sehingga tampil lebih menarik dan berkelas.
Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Nezar Patria sepakat dengan pendapat Ambar. Pengemasan barang dagang atau jasa menjadi faktor penting pemasaran. Generasi muda saat ini, jelas Nezar, cenderung berbelanja online. Ternyata barang yang mereka beli sebagian dari luar negeri. Setelah diteliti, barang-barang tersebut dipasarkan dari pedesaan di Tiongkok.
“Desa mereka sudah mampu menghasilkan produk yang dijual secara global,” kata Nezar. Sudah semestinya, langkah serupa dilakukan pelaku usaha, serta semua stakeholder terkait sehingga dagangan UKM desa negeri ini mampu bersaing.
Salah satu perangkat desa yang wajib berperan aktif adalah Badan Usaha Milik Desa, kerap disebut BUMDes. Inilah yang disebut Nezar sebagai ujung tombak inovasi desa. BUMDes diharapakan sanggup mencari keistimewaan dan potensi wilayahnya.
“Harus ada yang unik,” ujar Nezar saat menjawab pertanyaan salah satu BUMDes dari Indramayu terkait potensi wisata pantai di desanya. Menjual pantai saja tidak cukup, lantaran banyak daerah lain memiliki “dagangan” sejenis.
“Jadi, yang pertama harus tahu apa yang unik. Setelah tahu keunikannya, bangun narasi supaya orang yang membaca jadi tertarik, lalu mau datang,” ujar Nezar.
Lantas, apa peran perusahaan swasta atau start-up di dunia digital? Perusahaan aplikasi semacam Tokopedia, bukan lagi sebatas penyedia tempat berjualan, serta penghubung antara penjual dan pembeli.
Vice President of Public Relation and Government Tokopedia, Astrid Wulandari, mengungkapkan perusahaannya sudah membangun kerja sama dengan BUMDes. Langkah pertama melalui pendampingan, mulai dari nol. “Ya, kami ajari mereka yang awalnya sama sekali tak mengerti internet. Kemudian belajar tentang aplikasi ini, serta cara berjualan yang efektif,” kata Astrid.
Penduduk desa, terutama UKM, diberi pemahaman tentang cara kerja Tokopedia. Berjualan, agar mudah dicari pembeli, harus mengerti tentang kata kunci. “Jadi sesuai yang dibutuhkan. Awalnya, ada yang membuat nama toko sangat imut dan lucu, tetapi kami beri tahu jangan sampai mempertahankan sebuah nama, akhirnya sulit dicari orang karena kata kuncinya nggak kena,” ucapnya.
Khusus membantu UKM perdesaan, Tokopedia Corner menjadi jawaban yang ditawarkan start-up ini. Harapan Astrid, barang-barang yang dijual di Tokopedia karena memangkas jasa distribusi, harganya sama dengan daerah lain.
“Bedanya hanya ongkos kirim,” kata dia. “Tokopedia ini berfungsi membangun ekosistem sehingga UKM yang ada di desa fokus pada jualan.”
Talkshow ini dipandu Aviliani, Advisor Menteri Desa PDTT. Menampilkan tiga narasumber. Talkshow tersebut merupakan rangkaian dari acara bertajuk “Peluncuran 35 Buku Manfaat Dana Desa dan Penandatanganan MoU dan PKB untuk Pengembangan Ekonomi Digital Perdesaan” di JF Luwansa, Jakarta. (*)