TEMPO.CO, Jakarta - Polri menggunakan pendekatan lunak dalam menangani peristiwa bentrok antarwarga di Mesuji, Lampung. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, pendekatan lunak dipilih karena Mesuji memiliki catatan sejarah konflik yang berbeda.
"Ketika konflik itu antara satu kelompok dengan kelompok yang lain, itu tidak diselesaikan hanya dengan pendekatan penegakan hukum semata pada salah satu pihak," kata Dedi di kantornya, Jakarta Selatan, pada Rabu, 24 Juli 2019.
Dedi mengatakan, pihaknya akan melibatkan Kepala Kepolisian Daerah, Panglima Daerah Militer, dan gubernur dalam langkah pendekatan lunak tersebut. Mereka akan bertemu dan berkomunikasi dengan para tokoh masyarakat yang ada di Mesuji.
"Kedua belah pihak sudah dikomunikasikan dan situasi harus cooling down dulu. Kalau situasi sudah cooling down, ada komunikasi yang intensif, baru ada penegakan hukum yang akan dilakukan pada para pihak yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum," ucap Dedi.
Dedi mengatakan, bentrok tersebut melibatkan warga kelompok Mekar Jaya Abadi di Mesuji, Lampung; dengan kelompok Mesuji Raya dari Pematang Panggang, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Kisruh bermula dari datangnya alat berat bajak milik kelompok Pematang Panggang Mesuji Raya dan melakukan pembajakan di lokasi Register 45 Mekar Jaya Abadi.
Kemudian, warga dari Mekar Jaya Abadi mendapati aksi pembajakan tersebut dan menghentikannya. Selain itu, alat bajak pun disita kelompok Mekar Jaya Abadi. Tak lama berselang, sekelompok warga dari kelompok Mesuji Raya (Pematang Panggang) datang dengan membawa senjata tajam hendak meminta kembali alat pembajak tersebut.
Akibatnya, tiga orang meninggal dunia, dari kelompok warga Pematang Panggang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, dan 10 warga lainnya mengalami luka-luka dari kelompok warga Mekar Jaya di Register 45, Mesuji, Lampung.
"Itu menunjukkan konflik agraria yang selalu berkelanjutan, makanya menjaga status quo kepemilikan tanah di petak 45 tersebut. Pemerintah turun tangan, pemerintah daerah, baik tingkat kabupaten maupun dari kementerian terkait ya karena itu batas wilayah hutan lindung," tegas Dedi.