TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap janggal tudingan tim pencari fakta bentukan Polri bahwa Novel Baswedan menggunakan kewenangan secara berlebihan. Sebab, bagaimana tim gabungan bisa menentukan motif tanpa mengungkap pelakunya.
"Dari mana tim pencari fakta tahu persepsi dari pelaku? Apakah TPF sudah memeriksa pelaku hingga bisa menyimpulkan itu?" kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Kamis, 18 Juli 2019.
KPK, kata Febri, curiga, jangan-jangan kesimpulan tersebut diambil tanpa dasar. "Ini tidak terjelaskan ke publik," sambung Febri.
Sebelumnya, TPF menyatakan balas dendam sebagai motif penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada 11 April 2017. Menurut tim, balas dendam itu dipicu penggunaan kewenangan secara berlebihan.
Anggota tim, Nur Kholis, mengatakan penggunaan wewenang yang berlebihan membuat Novel menjadi musuh sejumlah pihak yang berperkara di KPK. Tim meyakini motif balas dendam ini terkait dengan kasus korupsi yang tengah ditangani oleh penyidik senior KPK itu. “Ada yang merasa dendam dan berencana melukai penyidik KPK tersebut,” kata dia.
Febri mengatakan KPK kecewa tim tidak mengungkap pelaku teror, tapi malah terkesan menyerang Novel Baswedan dengan tuduhan penggunaan kewenangan berlebihan. Dia tak berharap tudingan itu justru menjadikan Novel sebagai korban untuk kesekian kali.
Ia mengatakan penyidikan di KPK dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku. Ia mengatakan kalaupun ada pihak yang merasakan keberatan dengan penanganan perkara di KPK, seharusnya pihak itu bisa melakukan gugatan. Tapi sejauh ini, kata dia, belum pernah ada pihak yang melaporkan pegawai KPK atas dugaan berlaku sewenang-wenang.