TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan menganggap Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sedang berakrobat saat menudingnya menggunakan wewenang secara berlebihan. Menurut dia, tim berupaya menutupi temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia soal dugaan pelanggaran prosedur dalam pemeriksaan penyidik polri.
"Mereka mau akrobat tutupi rekomendasi Komnas HAM tentang terjadinya abuse of process dalam pemeriksaan penyidik polri," kata Novel dihubungi, Rabu, 17 Juli 2019.
Dalam laporan tim pemantauan Komnas HAM dalam kasus Novel disebutkan bahwa Polda Metro Jaya bekerja terlalu lama untuk mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel. Menurut komisi, ada dua hal yang diduga menyebabkan proses hukum tak kunjung selesai. Pertama, karena adanya kompleksitas permasalahan. Kedua, adanya dugaan abuse of process atau pelanggaran prosedur. Karena itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi kepada Kapolri membentuk TGPF Novel Baswedan untuk menyelidiki kasus ini.
Dibentuk awal Januari lalu, tim mengumumkan hasil penyelidikan pada 17 Juli 2019. Hasilnya tim mengatakan balas dendam sebagai motif penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada 11 April 2017. Menurut tim gabungan, balas dendam itu dipicu penggunaan kewenangan secara berlebihan.
Anggota tim Nur Kholis, mengatakan penggunaan wewenang yang berlebihan membuat Novel menjadi musuh sejumlah pihak yang beperkara di KPK. Tim meyakini motif balas dendam ini terkait dengan kasus korupsi yang tengah ditangani oleh penyidik senior KPK itu. “Ada yang merasa dendam dan berencana melukai penyidik KPK itu,” kata dia.
Menurut Novel, temuan tim itu sama sekali tidak penting. "Enggak penting bagi saya menanggapi pernyataan seperti itu."
Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif membantah pernyataan TGPF soal Novel Baswedan yang disebut menggunakan kewenangan berlebihan. Dia mengatakan penyidik menggunakan wewenang sesuai hukum acara. "Lebih baik kita fokus menemukan lelaki, bukan membangun isu lain."