TEMPO.CO, Jakarta-Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, jika kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan tidak terungkap, maka Polri tidak serius dalam menangani penyelidikan.
"Semakin lama kasus ini ditangani dan tidak terungkap, maka akan mengonfirmasi bahwa Polri tidak serius dan berimplikasi kepada legitimasi kepolisian," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, di kantornya pada Rabu, 17 Juli 2019.
Donal berujar, bila kasus Novel tak tuntas, akan menjadi sandera yang panjang buat institusi kepolisian karena publik pasti menagih pengungkapan kasus mulai dari motif hingga aktor intelektual. "Akan jadi bahan pertanyaan yang ditagih ke Kapolri dan juga Presiden," katanya.
Donal menuturkan KPK bekerja menjalankan tugas negara. Maka Novel Baswedan sebagai penyidik seharusnya dipandang menjalankan fungsi negara. Jika Novel teraniaya dan terancam, semestinya negara sensitif melakukan penegakan hukum. "Novel perlu komitmen tingkat tinggi. Mulai Kapolri sampai Presiden, agar kasus ini selesai," katanya.
Sebelumnya, Tim Pencari Fakta Gabungan Novel Baswedan telah menyampaikan hasil investigasi pengusutan kasus penyiraman air keras penyidik Komisi Pemberantasan tersebut pada Rabu, 17 Juli 2019 di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta.
Dalam laporan akhir tersebut, TGPF belum menemukan nama pelaku kekerasan. Mereka baru memberikan komendasikan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian untuk mendalami sejumlah perkara tindak pidana korupsi yang pernah ditangani penyidik KPK tersebut.
TGPF menduga bahwa pelaku utama merasa dendam terhadap Novel karena dianggap menggunakan wewenangnya berlebihan sebagai penyidik senior KPK. Alhasil pelaku diduga menyuruh orang lain untuk melancarkan aksi.
"Rata-rata kasus yang ditangani KPK ini berkaitan dengan high profile. Mereka (pelaku) tidak akan melakukannya sendiri (menyiram air keras), tetapi menyuruh orang lain untuk melakukan penyiraman," kata juru bicara TGPF, Nurkholis.