TEMPO.CO, Jakarta - Baiq Nuril Maknun adalah mantan pegawai tata usaha SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Dia diduga mengalami pelecehan seksual secara verbal yang disinyalir dilakukan oleh mantan kepala sekolah tempatnya bekerja sejak tahun 2012.
Baiq mengatakan pelecehan ini dilakukan M lebih dari satu kali. Semuanya bermula dari perbincangan antara M dan Baiq yang berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Dari perbincangan itu, hanya sekitar 5 menit keduanya membicarakan soal pekerjaan.
Sisanya, M justru bercerita pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan istrinya. Lambat laun, Baiq justru dituduh memiliki hubungan gelap dengan M. Hingga Baiq merasa semakin terganggu, pelecehan itu pun akhirnya direkam menggunakan ponsel.
Rekaman itu diniatkan Baiq sebagai bukti tak ada hubungan terlarang antara Baiq dan M. Dia juga tak berani melaporkannya ke pihak berwajib lantaran khawatir pekerjaannya akan terancam. Namun, Baiq memberikan rekaman itu kepada kerabatnya bernama Imam Mudawin. Tetapi rekaman tersebut disebarkan ke Dinas Pemuda dan Olahraga Mataram.
Alih-alih mendapat perlindungan, Nuril malah diseret ke ranah hukum karena ia dituding menyebarkan rekaman percakapan mesum. Muslim akhirnya melaporkan Nuril dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat 1 Undang-undang ITE. Atas pelaporan ini, Nuril digelandang ke pengadilan. Namun di Pengadilan Negeri Mataram, ia terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN
Tak berhenti di sana, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi. Mahkamah Agung yang menyidangkan kasasi menjatuhkan vonis bersalah terhadap Nuril lantaran dianggap mendistribusikan informasi elektronik yang memuat konten asusila. Ibu tiga anak itu divonis 6 bulan bui dan denda RP 500 juta. Nuril mengajukan PK ke MA. Namun, MA pada menolak PK yang diajukan Baiq Nuril.
Semenjak keluarnya putusan Mahkamah Agung yang menolak upaya permohonan Peninjauan Kembali, Nuril memilih menenangkan diri di rumah kedua orang tuanya di Desa Punyung, Lombok Tengah.
Tiga orang anak dan kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia adalah hal paling dirisaukan Nuril ketika MA menguatkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan tiga bulan. “Kalau saya sendiri, tidak ada mereka, 10 bulan pun saya siap dipenjara,” ujarnya.
Rafi, anak bungsu yang masih duduk di kelas dua sekolah dasar (SD) yang paling jadi keresahan utama. “Dia sempat bertanya, katanya ibu masuk sekolah lagi, kenapa sih harus sekolah lagi,” kata Nuril menuturkan pertanyaan Si bungsu yang masih belum faham apa yang tengah menimpa ibunya.
Saat menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram, 27 Maret hingga 30 Mei 2017 silam, Nuril dan suaminya, Lalu Isnaini, membohongi Rafi bahwa sang ibu sedang bersekolah. “Saya akhirnya bilang ke dia, sekolah yang dulu belum selesai, sekarang sekolah lagi, tapi tidak lama,” kata Nuril.
Mendapatkan amnesti dari presiden, kini menjadi harapan terakhir Nurul untuk terbebas dari jerat hukum. Langkah itu menurut, Joko Jumadi, pengacara Nuril, adalah upaya penyelamatan terakhir.
“Selain untuk Baiq Nuril, ada kepentingan yang lebih besar yang ingin kita capai dari amnesti ini, yaitu mencegah terjadinya impunitas terhadap pelaku, sekaligus mencegah korban tidak berani melapor karena berkiblat pada kasus Baiq Nuril,” kata Joko.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengirimkan surat permintaan pertimbangan atas amnesti untuk Baiq Nuril ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 15 Juli 2019.
"Saya baru dapat info dari Deputi Perundang-undangannya Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara), sudah dikirim (suratnya) Presiden ke DPR," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kantor Presiden, Jakarta.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 14 Ayat 2, amnesti dan abolisi merupakan kewenangan presiden selaku kepala negara. Namun presiden membutuhkan pertimbangan dari DPR.
Ketua DPR Bambang Soesatyo memastikan proses pembahasan pertimbangan amnesti untuk Nuril di Parlemen akan berjalan mulus. "Mulus, karena ini soal kemanusiaan, karena tidak ada yang tidak berkemanusiaan di DPR," kata Bambang.
Jika surat sudah dikirim ke DPR sore ini, Bambang memastikan akan langsung membahasnya di dalam rapat paripurna pada Selasa pagi. Kemudian siangnya diadakan rapat bamus untuk menugaskan komisi terkait, yaitu Komisi III, untuk membahas surat amnesti Baiq Nuril.
"Mudah-mudahan satu minggu ini dapat diselesaikan dengan baik pertimbangan DPR atas amnesti daripada Baiq Nuril," ujarnya.