TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, mengatakan para bakal calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) dari Polri paling tepat jika mereka diminta membenahi rumah sendiri. “Kita akan punya banyak harapan jika unsur kepolisian tidak termasuk dalam daftar,” ujar Feri saat dihubungi kemarin, Kamis, 11 Juli 2019.
Salah satu polisi aktif yang pernah terlibat kasus etik yakni Inspektur Jenderal Firli. Sebelumnya, Firli adalah Deputi Penindakan KPK yang sedang diperiksa Pengawas Internal KPK atas dugaan pelanggaran kode etik pimpinan.
Baca juga: Sebanyak 13 Polisi Aktif Lolos Seleksi Administrasi Capim KPK
“Itu kena kasus etik di KPK, kok malah jadi pimpinan KPK?” kata Feri. Indonesia Corruption Watch melaporkan Firli melanggar kode etik karena bertemu mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi. Padahal saat itu, KPK tengah menyelidiki keterlibatan TGB dalam kasus dugaan korupsi divestasi Newmont. Juni lalu, Firli ditarik ke Polri dan dipromosikan menjadi kepala Polda Sumatera Selatan.
Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel KPK) meloloskan tiga belas pendaftar capim KPK lolos administrasi. “Syarat-syarat administrasi sudah dilengkapi termasuk pengalaman kerja lima belas tahun di bidang hukum, keuangan, atau perbankan,” kata panitia seleksi calon pimpinan KPK, Hendardi, di Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2019. . Namun, ujar dia, seleksi ini baru tahap administratif bukan substansi.
Beberapa nama polisi aktif yang lolos adalah Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar, Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Firli Bahuri, Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Divisi Hukum Polri Brigadir Jenderal Agung Makbul, dan Widyaiswara Madya Sespim Lemdiklat Polri Brigadir Jenderal Bambang Sri Herwanto. Juga perwira tinggi Bareskrim Polri di Kementerian Ketenagakerjaan Brigadir Jenderal M. Iswandi Hari.
Menurut Fery, tidak boleh pelanggar etik menjadi pimpinan KPK. “Standar etik KPK itu tinggi.” Selain Firli, Wakil Kepala Bareskrim Antam Novambar juga tidak layak sebab dinilai gagal membongkar kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Ketua panitia seleksi calon pimpinan KPK Yenti Garnasih mengatakan Firli lolos seleksi administrasi karena sesuai dengan syarat yang ditetapkan. “Sesuai persyaratan administrasi.”
Baca juga: Ingin Beri Masukan, Bamsoet Undang Pansel KPK Datangi Komisi III
Direktur Advokasi Pukat UGM Oce Madril menjelaskan pada tahap seleksi administrasi memang hanya melihat apakah para calon memenuhi syarat-syarat administrasi. Misalnya harus berpengalaman 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, atau perbankan.
“Nama 192 itu masih tahap awal sekali.” Sangat administratif, sehingga belum bisa digali dan dilihat rekam jejak dan integritas pendaftar itu. “Karena masih administratif, sepanjang memenuhi syarat maka harus diloloskan.
Menurut Oce setiap calon punya catatan, tidak hanya Firli. “Ada proses berikutnya, ada tes kompetensi, uji kelayakan, uji publik, integritas, panjang.” Kewajiban Panitia Seleksi Calon di antaranya untuk memastikan calon yang tidak punya catatan rekam jejak yang buruk dan tidak punya perbuatan tercela. “Jadi, memang berat.”
Masyarakat dimintai pendapat dan informasi tentang para capim KPK. “Semuanya harus diolah oleh pansel,” kata Oce. Pansel KPK tidak boleh meloloskan orang yang rekam jejaknya buruk, salah satunya melakukan perbuatan tercela atau mungkin pernah disanksi, pernah dikenai sanksi etik dan punya catatan hukum.”