TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus pencemaran nama baik, Baiq Nuril, menyatakan tidak akan menyerah untuk meminta keadilan. "Sampai saat ini saya masih bisa berdiri di sini, saya ingin mencari keadilan. Saya tidak akan menyerah," kata Baiq Nuril setelah bertemu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Senin, 8 Juli 2019.
Baca: Komisi I DPR: UU ITE yang Jerat Baiq Nuril Punya Titik Lemah
Baiq Nuril yang didampingi kuasa hukum dan anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka mendatangi Kementerian Hukum dan HAM untuk berkonsultasi terkait pengajuan amnesti kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Hasil dari diskusi tersebut, Yasonna Laoly mengatakan amnesti adalah langkah yang paling mungkin dilakukan untuk membebaskan Baiq Nuril. "Dari pilihan yang ada, amnesti adalah langkah yang paling mungkin dilakukan," kata Yasonna.
Yasonna mengatakan Kemenkumham akan mengadakan Forum Group Discussion yang mengundang pakar-pakar hukum pada Senin malam untuk mendiskusikan argumentasi yuridis kasus Baiq Nuril. "Prosesnya nanti kita berikan pertimbangan hukum segera. Harus malam ini," kata Yasonna.
Untuk itu, Baiq Nuril mengucapkan rasa syukur dan terima kasihnya kepada Yasonna Laoly. "Saya mengucapkan terimakasih, terimakasih, terimakasih," kata Baiq Nuril kepada Yasonna.
Baiq Nuril sebelumnya dilaporkan atas perbuatan merekam aksi pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempat dirinya bekerja. Baiq Nuril dijerat Pasal 27 ayat 1 UU ITE juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) khususnya terkait penyebaran informasi elektronik yang muatannya dinilai melanggar norma kesusilaan.
Baca: Jaksa Agung Sebut Kejaksaan Tunda Eksekusi Baiq Nuril
Setelah memenangkan perkara di Pengadilan Negeri Mataram, pelaku mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dan memenangkannya. Baiq Nuril lantas mengajukan PK ke MA, namun permintaan tersebut ditolak. Dengan penolakan ini Baiq Nuril akan tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.