TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty Internasional Indonesia meminta Markas Besar Polri untuk menginvestigasi siapa saja anggota polisi yang melakukan kekerasan saat kerusuhan 22 Mei 2019. Amnesty pun mengharapkan polisi menindak anggotanya bukan hanya dengan pelanggaran etik, tetapi dibawa ke pengadilan apabila terjadi unsur pidana.
Baca: Teka-teki Senjata Pembunuh di Kerusuhan 21-22 Mei
“Amnesty meminta seharusnya jangan hanya diproses etik, harusnya dibawa ke pengadilan umum,” kata juru bicara Amnesty Internasional, Haeril Halim, saat dihubungi Senin, 8 Juli 2019.
Ia mengatakan, Amnesty mengapresiasi langkah Polri jika mau memberi hukuman etik anggotanya yang melakukan tindak kekerasan. Namun, kata dia, baik tindakan yang dilakukan terhadap aparat, maupun aparat terhadap warga atau demonstran, harus dibawa ke ranah tindak pidana.
Hari ini Amnesty menyambangi Bareskrim Polri di Markas Besar Polri, Kebayoran Baru, Jakarta. Menurut Haeril mereka diterima oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu, Brigadir Jenderal Fadil Imran. Tujuan mereka, kata Haeril, adalah untuk menanyakan perkembangan terkait investigasi Polri terkait kerusuhan.
Ia mengatakan polisi belum menyampaikan temuan baru dari investigasi mereka. Amnesty pun lantas menanyakan investigasi internal Polri terhadap anggota mereka yang melakukan penganiayaan pada saat kerusuhan tersebut. “Temuan Amnesty kan ada beberapa titik (penganiayaan) itu, ada empat,” kata dia.
Meski tak menjanjikan berapa lama waktu yang dibutuhkan, namun menurut Haeril, polisi sudah menyatakan komitmennya pada mereka, untuk menyelesaikan perkara ini, serta membuka hasil investigasi kepada publik.
“Nah itu mereka enggak menyebut timeframe waktunya, mereka hanya berkomitmen untuk menyelesaikan dan akan diupdate ke publik lagi ketika ada hasil investigasinya,” kata Haeril.
Sebelumnya Polri sudah menemukan pelaku kekerasan di Kampung Bali, Jakarta. Mereka adalah anggota Brimob dari Nusa Tenggara Timur. Polri memberi sanksi disiplin kepada 10 anggota Brimob yang terbukti melakukan pengeroyokan di Kampung Bali, Jakarta, pada 22 Mei 2019.
Baca: Amnesty Desak Polisi Buka Prosedur Investigasi Kerusuhan 22 Mei
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan 10 anggota Brimob tersebut telah menjalani sidang etik. Mereka terbukti melakukan kekerasan. “Dari 10 itu dijatuhi hukuman disiplin berupa kurungan di ruang khusus selama 21 hari setelah anggota tersebut kembali ke Polda setempat,” kata Dedi di kantornya, Jakarta Selatan, pada Jumat, 5 Juli 2019.