TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menilai lembaga-lembaga layanan yang bergerak di bidang rehabilitasi masih belum maksimal menangani anak-anak yang terlibat radikalisme dan terorisme. Baik anak sebagai pelaku, korban, maupun saksi. "Karena itu, kerap kali rehabilitasi anak yang terlibat radikalisme dan terorisme masih belum sesuai harapan," kata Susanto di Jakarta, Jumat, 5 Juli 2019.
Penanganan anak-anak pelaku, korban, mau pun saksi terorisme yang tidak maksimal itu berdampak rumit bagi kehidupan mereka. Ia berharap, upaya-upaya melindungi anak dari radikalisme dan terorisme ditingkatkan dalam periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Penelitian Internal: Radikalisme Tumbuh Subur di UIN Jakarta
"Ada perkembangan baik di era saat ini, namun beberapa hal masih perlu perhatian serius di antaranya perlindungan anak dari radikalisme dan terorisme." Menurut KPAi beberapa hal perlu diperhatikan serius dalam upaya perlindungan anak dari radikalisme dan terorisme. Antara lain adalah peningkatan kualitas lembaga layanan di bidang rehabilitasi.
KPAi mengapresiasi pemerintahan Presiden Jokowi periode pertama yang sudah menunjukkan perkembangan baik, terutama dalam pemenuhan hak-hak dasar pendidikan. "Di antaranya pengembangan model sekolah dan madrasah yang ramah anak, puskesmas ramah anak.” Selain itu, Susanto memuji program Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar bagi kelompok rentan.
Baca juga: Pansel KPK dan BNPT Bahas Capim yang Tak Terindikasi Radikalisme
Jokowi dipastikan akan kembali menjabat sebagai presiden berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden periode 2019-2024 setelah putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan oleh pasangan Prabowo - Sandiaga Uno. Pada periode kedua, Jokowi menyatakan akan fokus pada pembangunan sumber daya manusia tanpa meninggalkan pembangunan infrastruktur.