TEMPO.CO, Jakarta - Cendikawan muslim Azyumardi Azra menyayangkan sikap sejumlah ulama yang mendorong masyarakat untuk menggelar Aksi 22 Mei atau dikenal sebagai Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat yang memprotes penyelenggaraan Pemilu 2019. Apalagi beberapa ulama menyamakan aksi ini sebagai bentuk jihad.
Baca: Moeldoko: Ada Penyelundup Senjata yang Ingin Kacaukan Aksi 22 Mei
"Kalau ada yang bilang 22 Mei itu jihad, saya kira itu adalah ulama yang partisan, yang partisan kepada pihak tertentu. Harusnya ulama jangan partisan," kata Azyumardi, saat ditemui di Istana Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin, 20 Mei 2019.
Azyumardi mengatakan sikap ulama seperti itu menunjukkan ketidakbijakkan. Apalagi ulama seharusnya memberi ketenangan dan kesabaran pada umat. Terlebih di saat Bulan Ramadan.
Ia menilai aksi demonstrasi adalah ekspresi dari hawa nafsu. "Jadi saya kira ulama seperti itu tidak perlu didengar. Yang perlu didengar itu ulama netral, berpihak pada kepentingan umat, negara," kata Azyumardi.
Direktur Pasca Sarjana di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu mengatakan jika ada protes dan keberatan terhadap hasil pemilu, seharusnya cukup diselesaikan lewat jalur hukum. Ia mempercayai Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara Pemilu 2019 ini.
Jika ada pelanggaran, bisa dilaporkan ke Bawaslu. Jika hasil pemilu yang diprotes, Mahkamah Konstitusi siap menerima laporan.
Baca: PA 212 Sayangkan Hendropriyono Siapkan Anjing untuk Aksi 22 Mei
Atas dasar itu, Azyumardi mengatakan berbagai klaim atas nama ulama yang menyerukan jihad 22 Mei, harus ditolak. "Itu pernyataan partisan, politik. Ulama harusnya tidak partisan. Dengan menggunakan istilah jihad itu, (mereka) mempolitisasi agama," kata Azyumardi.