TEMPO.CO, Bandung - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat kembali menangkap RGS, 45 tahun, tersangka penyebar berita bohong alias hoaks tentang rekapitulasi suara di PPK Plumbon, Kabupaten Cirebon. “Tersangka ditangkap saat mendatangi GOR Pamijahan, Desa Pamijahan, Kecamatan Plumbon, pada Sabtu, 20 April 2019,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Trunoyudho Wisnu Andhiko, di Mapolda Jabar, Jalan Sukarno Hatta, Bandung, Rabu, 15 Mei 2019.
GOR itu tempat dilaksanakannya rapat rekapitulasi hasil perolehan suara tingkat kecamatan Plumbon. Tersangka merekam kegiatan di depan pintu masuk GOR Pamijahan.
Baca: 10 Hoaks Politik yang Paling Kondang di Media Sosial
Dalam rekaman dengan durasi kurang dari satu menit itu, RGS menyatakan PPK Kecamatan Plumbon tidak transparan dan seenaknya melakukan kecurangan dalam proses penghitungan suara Pemilu 2019. Selain merekam, RGS juga menambahkan narasi dalam video itu.
Berikut narasinya:
"Hari ini Rapat Pleno Terbuka Perhitungan C1 di PPK Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon akan tetapi Ki merasa aneh sekali Rapat Pleno ini tertutup masyarakat tidak boleh melihat bahkan para saksi pun itu dipersulit untuk masuk ha... Ini enak-enakan nih petugas-petugas yang ada di dalam ini mau mengurangi mau menambahi ini kita viralkan ini kami mohon bantuan dari saudara sekalian untuk memviralkan, salam akal sehat, salam 02 Prabowo - Sandi menang... Allahuakbar."
Rekaman video itu viral di media sosial Facebook, WhatsApp dan YouTube. Menurut Trunoyudho, sebetulnya video itu asli direkam tersangka. Yang membuat video itu hoaks adalah narasi yang seolah-olah terjadi kecurangan di PPK Plumbon. Narasi ini, kata Trunoyudho, bertolak belakang dengan kesaksian dari petugas PPK Plumbon. "Narasinya seolah-olah itu benar tapi sesungguhnya tidak benar atau hoaks."
Baca: Mafindo Sebut Kabar Hoaks Politik Meningkat di Januari
Kepada polisi SGS mengaku tidak berniat menyebarkan berita bohong alias hoaks. Dia hanya tidak mengetahui saja video yang diunggah dan dibagikannya itu termasuk kategori berita bohong. "Itu karena ketidakmengertian saya tentang terbuka dan tertutupnya rekapitulasi penghitungan C1," kata SGS.
SGS dibidik dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan KUHP. "Hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 2 milyar," kata Trunoyudho.