TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Firman Shantyabudi menyebutkan, lembaganya menemukan modus baru dalam praktik politik uang yang dilakukan peserta Pemilu 2019. Modus baru tersebut di antaranya mengiming-imingi calon pemilih dengan asuransi kecelakaan dan uang elektronik.
Baca: PPATK Keluarkan Aplikasi Pelatihan Simantap untuk Petugas Bank
“Pemberian kepada calon pemilih itu tidak diberikan lagi dalam bentuk uang seperti pada cara konvensional. Tapi kepada mereka masing-masing diberikan jaminan (asuransi). Artinya sama diberikan janji yang bernilai,” ujar Firman usai menjadi pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan Setara Institute di Jakarta Pusat, Jumat, 5 April 2019.
Modus tersebut ditemukan dari salah satu calon legislatif. Firman mengatakan, pihaknya menemukan ada transaksi berupa pemberian asuransi dari calon tersebut kepada calon pemilih. Namun, ia tak merinci siapa calon tersebut dan seberapa banyak asuransi tersebut digelontorkan. “Satu orang calon menggunakan modus itu. Dapat temuan bulan Maret ini,” ujarnya.
Temuan PPATK tersebut telah disampaikan kepada Bawaslu untuk ditindaklanjuti. Firman pun menyebutkan, pihaknya masih melakukan pengamatan terhadap peserta pemilu yang diduga menggunakan cara dan modus yang sama.
“Kami pantau terus transaksi-transaksi bank. Kami kerjasama dengan forum perbankkan. Anggota caleg ada berapa orang? Tinggal kami berikan nama-nama itu ke bank. Sebenarnya gampang,” kata Firman.
Dia pun menyebutkan, modus yang digunakan oleh peserta pemilu saat ini sudah berbeda dengan beragam. Para peserta pemilu mayoritas sudah menyadari transaksi keuangan mereka bisa terekam oleh PPATK maupun penegak hukum.
Siasat pelaku politik uang biasanya mencairkan uang jauh-jauh hari sebelum pemilu. Bahkan, 2 hingga tahun sebelum pemilu digelar.
Baca: PPATK Beberkan Kendala Pengungkapan Tindak Pidana Pencucian Uang
“Kalau orang ngambil transaksi itu kan tercatat. Kalau dia cicil dari sekian tahun yang lalu untuk 2019 dan uang itu tidak lagi beredar di transaksi keuangan nomor rekening, PPATK nggak bisa baca, bank pun nggak bisa baca,” ujarnya.