TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Sumatera Utara atau USU Runtung Sitepu mengancam akan mencabut izin penerbitan media kampus Suara USU. Musababnya, Suasa USU mengunggah cerita pendek yang diduga mengenai kelompok LGBT.
Baca juga: Menteri Agama Tegaskan Menolak LGBT
"Waktu saya tahu tadi, saya perintahkan panggil orangnya. Cabut SK dari Suara USU, karena menurut saya kalau sudah begitu muatannya, tidak lagi mencerminkan visi misi USU," ujar Rektor USU, Runtung Sitepu saat dihubungi Tempo pada Kamis, 21 Maret 2019.
Runtung mengatakan sudah menginstruksikan Wakil Rektor 1 untuk memanggil Pembina dan Pengurus Suara USU. Dirinya mempertanyakan maksud dari cerpen yang dimuat tersebut. Rektor juga meminta cerpen tersebut dihapus dari website dan semua sosial media Suara USU.
Meski belum membaca secara langsung, tapi dari laporan Wakil Rektor 1, cerita pendek yang diposting dianggap mendukung kelompok LGBT. Apalagi USU disebutnya dengan tegas menolak perkembangan kelompok LGBT di kampus itu.
Runtung yang sedang berada Jakarta pun mengatakan akan memanggil kembali Pengurus dan Pembina Suara USU setelah dirinya kembali ke Medan.
"Jadi kesempatan pertama sampai di kampus, akan saya cabut SK nya itu. Tunggu balik ke Medan hari Senin. Websitenya juga sudah kami matikan", kata Runtung.
Cerpen berjudul Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku Didekatnya menjadi viral setelah dipromosikan lewat media sosial Suara USU pada Senin malam 18 Maret 2019.
"Kalau posting artikel. Suara USU selalu posting di website dulu, baru promo ke medsos. Waktu di website enggak ada kegaduhan. Waktu di medsos, enggak lebih 1x24 jam, langsung ribut. Suara USU dianggap pro LGBT," ujar Yael Stefany Sinaga, penulis cerpen tersebut saat dihubungi Tempo.
Yael mengatakan penyebab cerpennya menjadi pembicaraan karena ada gambar pelangi yang dianggap sebagai lambang LGBT. Ditambah di salah satu paragraf, tertulis "Bedanya aku tidak menyukai laki-laki tapi aku menyukai perempuan walau diriku sebenarnya juga perempuan".
Padahal menurut Yael, cerita pendek yang dibuat tidak bermaksud mendukung penyebaran kelompok LGBT. Tapi tujuannya menulis cerita pendek tersebut untuk melawan proses diskriminasi yang terjadi terhadap golongan minoritas. Kelompok LGBT diangkat hanya untuk menjadi contoh saja.
Usai ramai dibicarakan di sosial media, Yael mengatakan Pengurus Suara USU dipanggil oleh pihak rektorat pada Selasa, 19 Maret 2019. Saat dialog dilangsungkan, pihak Rektorat USU menyuruh untuk menghapus semua unggahan yang berkaitan dengan cerpen tersebut di semua media sosial.
Baca juga: Kata MUI tentang Polemik Pembahasan LGBT pada Revisi KUHP
Menurut Yael, cerpen itu dianggap telah meresahkan civitas USU. Karena Rektorat menilai bahasanya dianggap terlalu vulgar dan tidak pantas diterbitkan di ranah akademis.
"Kalian bukan wartawan sekelas Tempo yg bisa buat kayak gini," ungkap Yael menirukan pernyataan pihak Rektorat USU.
Suara USU diketahui tak menghapus cerpen tersebut. Namun situs Suasa USU telah diblokir. "Sampai sekarang Rektorat belum ada tindakan lanjutan semenjak pertemuan kemarin. Tapi kami ingin membetulkan websitenya terlebih dahulu," kata Yael yang juga menjabat sebagai Pimpinan Umum Suara USU.