TEMPO.CO, Yogyakarta - Pernyataan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romy yang menyebut kelompok pengusung khilafah serta mengubah Pancasila seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) saat ini sedang berlindung di kubu Prabowo dinilai sebagai tudingan tak berdasar. “Itu ungkapan yang ngawur, salah,” ujar tokoh PPP Khittah DIY, Syukri Fadholi, di sela-sela deklarasi pemilu damai Laskar Harokah Islamiyah di Yogyakarta Rabu 6 Maret 2019.
Syukri, salah satu pencetus PPP Khittah, atau PPP yang tidak mengakui DPP PPP pimpinan Romyahurmuziy itu pun menilai Romy sebagai penjual akidah. “Romy itu penjual aqidah dan moral demi jabatan dan kekuasaan.”
Baca:Wiranto: Aksi Bela Tauhid Bisa Ditunggangi HTI
Sebelumnya Romahurmuziy menuturkan bagi eks HTI dalam pemilu presiden 2019 tidak ada pilihan lain kecuali mendukung pasangan calon nomor urut 02, Prabowo - Sandiaga Uno. Hal itu diungkapkan saat ia bertemu dengan pengurus PCNU Sukabumi, Jawa Barat, Selasa malam, 5 Maret 2019. Menurut Romy, HTI tak mungkin berpihak kepada Jokowi. Jika Jokowi terpilih lagi, HTI sudah pasti tidak bisa lagi berkembang di Indonesia karena memang sudah dilarang.
Tudingan Romy, kata Syukri, tak bisa dipercaya karena Romy yang membawa PPP sebagai partai yang kehilangan esensi perjuangannya. Spirit perjuangan PPP di tangan Romy tergadaikan dan terkalahkan dengan tawaran nafsu jabatan, kekuasan dan materi. “Jadi omongannya (Romy) ngawur.”
Baca: Pemerintah dan Ormas Sepakat Melarang Bendera HTI
Selama ini, Syukri tak melihat HTI sebagai kekuatan yang dilindungi di kubu Prabowo - Sandiaga. “Kalau mereka (eks HTI) berafiliasi mendukung Prabowo - Sandi ya itu silakan saja.” Namun itu bukan berarti Prabowo melindungi HTI. Ia memastikan pernyataan Romy soal HTI di kubu Prabowo tidak berdasar, ngawur, dan fitnah.
Syukri membandingkan dengan karakter ajaran ideologi komunis semasa masih tumbuh di tanah air. “Karakter ajaran komunis itu kan dulu isinya bohong, fitnah, adu domba, dan juga menista agama.“ Rezim Jokowi, menurut dia, kental dengan ajaran seperti itu. Pemerintah dinilai tidak mewaspadai komunisme, yang tanpa organisasi namun ajarannya berkembang.