TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai penyebaran kabar bohong atau hoax menjelang pemilu berpotensi meningkatkan angka golput.
Angka golput berpotensi meningkat terutama dari kalangan pemilih yang belum menentukan pilihan. “Kalau tidak terafiliasi dengan kubu akan jenuh dengan hoax,” kata Arya, Selasa, 5 Maret 2019.
Baca : Cegah Hoax, Kubu Prabowo - Sandi Galang Kampanye Rumah ke Rumah
Arya mengatakan kategori pemilih yang belum menentukan pilihan akan beranggapan perang kandidat sudah sampai pada level memuakan. Karena itu, mereka jadi malas menggunakan hak suaranya.
Berkebalikan dengan pemilih loyal. Menurut Arya, kategori pemilih ini tidak terpengaruh dengan hoax. “Imunnya sudah kuat,” kata dia.
Arya mengatakan hoax juga berbahaya karena dapat menyebabkan munculnya antipati masyarakat ke politik. Dipapar kampanye hitam dan hoaks, kata dia, membuat orang malas terlibat aktifitas politik.
Menurut dia, hal itu tak baik untuk demokrasi. “Itu tidak baik dalam demokrasi jika ukurannya partisipasi politik,” katanya.
Simak pula :
120 Siswa Taruna Nusantara Dilatih di Bogor buat Tangkal Hoax Pemilu
Menurut Arya, calon presiden dan wakil presiden maupun partai politik harus berkomitmen melawan hoax. Peran masyarakat juga penting, kata dia. Sementara Komisi Pemilihan Umum juga harus berupaya meningkatkan partisipasi pemilih, dengan memastikan para pemilih mendapatkan undangan memilih. “KPU juga harus sosialisasi,” kata dia.
ARKHELAUS WISNU