TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Fadli Zon mengklaim telah membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun dia berpendapat LHKPN dilaporkan hanya pada awal dan akhir masa jabatan.
Baca: Fadli Zon Sebut Sudah Lapor LHKPN ke KPK
“Kalau LHKPN itu menurut saya di awal masa jabatan dan di akhir masa jabatan. Jadi itu yang saya tahu,” ujar Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 Maret 2019.
Fadli mengatakan telah membuat LHKPN pada 2014 dan direvisi pada 2015. Lalu, bagaimana menurut data KPK?
Berdasarkan dari data laman acch.kpk.go.id, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu hanya pernah sekali membuat laporan harta yakni pada 28 November 2014. Menurut data itu, Fadli memiliki 34 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa kota dengan nilai Rp 11,87 miliar.
Fadli juga tercatat memiliki alat transportasi berupa 6 unit mobil dan 4 unit motor senilai Rp 1,69 miliar. Sejumlah mobil mewah yang dia miliki bermerek Toyota Fortuner, Range Rover Evoque, Toyota Vellfire dan Toyota Camry. Ada juga motor sebanyak 4 unit bermerek Honda Beat, Honda, Suzuki Smash, dan Honda Karisma.
Baca: Pimpinan KPK Sindir Anggota DPR yang Malas Bikin LHKPN
Selain itu, Fadli juga memiliki perkebunan palawija senilai Rp 1 miliar dan barang seni nan antik senilai Rp 6,5 miliar. Harta bendanya juga didominasi dalam bentuk surat berharga senilai Rp 6,4 miliar dan giro atau setara kas lainnya berjumlah Rp 7,7 miliar dan USD 53.300. Namun, Fadli juga punya hutang senilai Rp 5,4 miliar. Sehingga total hartanya berjumlah Rp 29,8 miliar dan USD 53.300.
Merujuk pada data itu, Fadli tergolong pejabat tak patuh LHKPN. Sebab, merujuk Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pelaporan harta kekayaan harus dilakukan setiap tahun sekali.
Sebelumnya, Fadli Zon sempat menyarankan LHKPN dihapuskan. Ia menyatakan, harta kekayaan sudah ada daftarnya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Dia menyarankan satu basis data saja dan fokus diberikan kepada pajak dengan data yang benar.
Baca: Sri Mulyani Dukung KPK Soal Integrasi LHKPN dengan SPT Pajak
Namun KPK menilai penghapusan LHKPN ini tak beralasan. KPK mendukung jika mengintegrasikan LHKPN dengan SPT Pajak. "Sehingga data SPT mengambil dari LHKPN, itu yang kami harapkan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
M ROSSENO | FIKRI ARIGI